Tuesday, September 16, 2014

Balada si Buah Jodoh

Salah satu buah yang paling banyak dicari oleh jama’ah haji Indonesia (atau mungkin Cuma SULTRA ya?) adalah buah jodoh. Dua tahun lalu pertama kalinya saya mendengar nama itu.
Apa? Buah jodoh?

Salah seorang ibu jama’ah haji berkata, “Iya buah jodoh.”

“Memang buat apa, bisa dimakan?”

“Itu bukan untuk dimakan.” Tegas si Ibu.

“Lalu?”

“Ya... disimpan saja.”

“Buat apa bu?”

“Buat anakku, disimpan di lemari pakaiannya, semoga dimudahkan jodohnya.”


“Hah??” Saya kaget. Oh ya, anak ibu itu baru masuk SMP kalau tidak salah. “Hati-hati bu, nanti jatuh ke dalam syirik loh.”

 “Ya tidak lah.” Roman muka sang Ibu sepertinya tersinggung, “Saya belajar di universitas Muhammadiyah, saya tahu apa itu syirik. Saya tidak akan memohon kepada buah itu untuk mendapatkan jodoh bagi anak saya.”

Glek! Ini belajar al-Islam aqidah 1 sampai 5 belum paham benar berarti. Perbincangan terhenti. Saya jadi penasaran, apa memang buah jodoh dikenal di tanah Arab, atau hasil bualan orang-orang tertentu untuk mengumpulkan sejumlah uang? Sepertinya yang menjualnya juga berasal Indonesia.

Lalu kali lain dengan begitu gembira dia memperlihatkan buah jodoh yang akhirnya ditemukannya. “Alhamdulillah.... akhirnya ketemu juga buah jodoh.”

Saya membolak-baliknya. Buahnya coklat kehitaman, keras seperti kayu tapi ringan, bentuk mirip sepasang hati atau apa, saya lupa. Sayang juga waktu itu tidak ingat untuk mengambil gambarnya.

“Oh, tidak bisa dimakan ya... padahal saya mau coba.” Saya mencandai sang ibu.

“Memang tidak.”

Lalu percakapan sebelumnya kembali lagi.

“Buat apa bu, dipajang?” Rasanya tidak mungkin, bentuknya tidak terlalu menarik menurutku dan terlalu kecil untuk dijadikan pajangan.

“Bukan. Saya punya anak perempuan. Saya berharap anak saya itu dimudahkan jodohnya. Ini mau disimpan di lemari pakaiannya.”

“Kok, di lemari? Buat apa?”

“Ya, supaya anak saya dimudahkan jodohnya.”

 “Jodoh kan dari Allah bu. Minta sama Allah saja.”

“Saya tahu, saya juga tidak meyakini buah ini akan mendatangkan jodoh."

"Nah, berarti untuk apa disimpan kalau tidak meyakininya?

"Ya, saya berharap semoga dengan buah ini memudahkan jodoh bagi anak saya. Saya tidak bermaksud syirik, toh, kami tetap bergantung kepada Allah dan bukah kepada buah itu.” Katanya semakin ngotot. Teman lain yang anak-anaknya masih di bawah 5 tahun pun ikut-ikutan membeli untuk disimpan bagi anak-anaknya.  Ah..,. tidak meyakini mampu mendatangkan jodoh tapi berharap dapat memudahkan jodoh.... .kata orang Kendari beti... beda tipis!

Saya menghela nafas, tak tahu mesti berkata apa lagi. Sungguh berat tugas para ustadz, dosen yang mengajarkan aqidah untuk benar-benar membersihkan agama ini dari kurafat seperti ini.

No comments:

Post a Comment