Tuesday, August 05, 2014

Mengembalikan Peran Ibu

Keriunduan untuk berbincang dengan seorang teman lama membuatku meneleponnya. Perbincangan yang semula ringan akhirnya berubah serius ketika berbicara tentang pendidikan anak.

“Haruskah pendidikan itu mahal? Aku ingin yang terbaik untuk anak-anakku. Aku tidak ingin mereka masuk sekolah negeri biasa di mana pergaulan cenderung tak terkontrol dan mereka belajar segala hal yang bahkan tidak ada manfaatnya ketika mereka dewasa. Aku ingin anakku mendapatkan pendidikan agama yang baik di sekolah, ingin memasukkan mereka ke SDIT dengan basis agama yang kuat. Tapi apakah harus semahal itu? Apakah pendidikan agama yang baik itu hanya milik orang mampu saja?” Keluhnya.


Ada banyak alasan mengapa sekolah sejenis itu biayanya bisa melejit. Umumnya sekolah dikelola oleh swasta, yang segala-galanya pendaannya mulai dari uang masuk, uang gedung dan iuran bulanan (seperti SPP). Membayar gaji guru, fasilitas layanan dan seterusnya. Dan semua itu tidak murah. Saya tidak bisa memberi solusi apa-apa kecuali mengatakan, “Kalau begitu berhentilah berpikir tentang karir dan konsentrasilah mendidik anak-anakmu di rumah.” Ya, bukankah tugas utama seorang ibu adalah mendidik anak-anaknya? Jika yang terjangkau adalah sekolah umum biasa, maka ada banyak waktu untuk mengenalkan pelajaran agama di rumah oleh orang tua. Sesunggunya anak-anak adalah amanat yang Allah berikan kepada para orang tua. Betapa banyak orang tua yang mengharapkan anak-anak menjadi orang-orang yang terhormat, namun lalai dari kebaikan dalam agama? Mengutip ust Abu Qudamah pada kajian Ramadhan kemarin, apakah kekhawatiran para orang tua seperti kekhawatiran Nabi Ya’qub ketika bertanya kepada anak-anaknya, “Ma ta’buduuna min ba’diy (apa yang kalian ibadahi sepeninggalku) ?” Ataukah lebih pada pertanyaan “Ma ta’kuluuna min ba’diy (apa yang kalian makan sepeninggalku) ?”. 

***

Kita memang lebih sering terjebak pada urusa dunia yang tampak nyata di hadapan kita, dan akhirat hanya mengambil porsi waktu yang sagat kecil dari detik-etik kehidupan kita. Astagfirullah...

No comments:

Post a Comment