Hidayah adalah Mengetahui Kebenaran
oleh: Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam kitab Shahih keduannya bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam. bersabda,
"Ya Allah, Tuhan Jibril, Mikail dan Israfil. Pencipta langit dan bumi, Yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang terlihat, Engkau memutuskan perkara yang diperselisihkan hamba-hamba-Mu. Dengan izin-Mu tunjukkanlah kepadaku kebenaran dan apa yang mereka perselisihkan. Engkau memberi petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki menuju jalan yang lurus." (HR Muslim dan Abu Daud)
Dalam beberapa kitab Sunan diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam. melakukan takbiratul-ihram dan membaca doa ini.
Hidayah adalah mengetahui kebenaran berdasarkan keinginan sendiri dengan mengutamakannya dari hal-hal yang lain. Orang yang mendapat petunjuk adalah orang yang melakukan kebenaran berdasarkan keinginannya. Hidayah adalah nikmat Allah yang paling besar bagi hamba-Nya. Karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan hamba-hamba-Nya agar setiap siang dan malam kala menunaikan shalat lima waktu untuk meminta hidayah-Nya dalam mendapatkan jalan yang lurus.
Sesungguhnya dalam setiap gerakan lahir maupun batin, seorang hamba membutuhkan pengetahuan tentang kebenaran yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apabila dia telah mengetahuinya, maka dia membutuhkan kepada Zat yang memberinya ilham untuk melakukan kebenaran tersebut. Maka, Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan keinginan di dalam hati hamba tersebut, dan iapun menunaikannya.
Sudah maklum adanya bahwa apa yang tidak diketahui seorang hamba jauh lebih banyak daripada yang ia ketahui. Dan jika yang perlu diketahui manusia adalah sesuatu yang baik namun terkadang jiwanya tidak menghendakinya, ataupun jika menghendakinya dia tidak mampu menggapainya karena saking banyaknya, maka setiap saat dia sangat membutuhkan hidayah yang berhubungan dengan masa lalu, masa sekarang, dan masa mendatang.
Dia membutuhkan hidayah yang berkaitan dengan masa lalu, karena dia perlu melakukan perhitungan (muhaasabah) terhadap dirinya. Apakah dulu ia berada dalam jalan yang benar sehingga ia harus bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan memohon agar ditetapkan di dalamnya, ataukah ia keluar dari jalan yang benar sehingga ia harus bertaobat kepada-Nya dan memohon ampunan serta bertekad untuk tidak kembali kepadanya.
Dia membutuhkan hidayah yang berkaitan dengan masa sekarang sebab ia hidup pada masanya itu di mana ia perlu mengetahui hukum dari perbuatan-perbuatannya; apakah yang ia lakukan benar atau salah. Sedangkan di masa mendatang, kebutuhannya terhadap hidayah lebih besar lagi, supaya perjalanannya nanti berada di atas jalan yang lurus.
Jika kondisi seorang hamba terhadap hidayah demikian adanya, tentulah seorang hamba sangat membutuhkannya. Sedangkan ucapan yang tidak benar yang dikemukakan sebagian orang, yaitu, "Jika kita adalah orang-orang yang mendapat hidayah, untuk apa lagi kita memintanya kepada Allah, bukankah meminta hidayah lagi tidak ada gunanya?" Ini adalah pernyataan yang salah dan sangat jauh dari kebenaran. Ini menunjukkan bahwa orang yang mengucapkanya tidak memahami arti hidayah dan tidak mengetahui hakikat hidayah tersebut. Karena itu, ada yang bersusah payah menjawab pernyataan di atas, dengan mengatakan bahwa maksud dari memohon hidayah setelah mendapatkannya adalah, "Teguhkanlah dan kekalkanlah kami di dalamnya!"
Orang yang mengetahui benar hakikat hidayah dan kebutuhan hamba kepadanya, akan tahu bahwa apa yang belum terwujud dalam dirinya dari hidayah itu jauh lebih banyak daripada yang telah terwujud.
la tahu pula bahwa setiap waktu dia membutuhkan hidayah. Apalagi bila diingat bahwa Allah lah yang menciptakan perbuatan hati dan anggota badan manusia, karena itu setiap saat seorang hamba membutuhkan hidayah dari-Nya. Karena seandainya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menghilangkan penghalang dan penghambat yang merintangi sampainya hidayah, maka dia tidak akan mengambil manfaat dari hidayah itu dan tidak akan mampu merealisasikan tujuannya. Sebuah ketetapan tidak akan terwujud hanya dengan adanya sesuatu yang berimplikasi kepadanya, tetapi juga harus tidak ada yang menghalangi dan menghambatnya. Bisikan jahat dan hawa nafsu seorang hamba merupakan penghalang terwujudnya pengaruh hidayah. Jika Allah tidak menyingkirkan penghalang ini, maka dia tidak akan mendapatkan petunjuk yang sempurna. Oleh karena itu, kebutuhannya terhadap petunjuk Allah menyertai setiap tarikan nafasnya, ini adalah kebutuhan hamba yang paling besar.
Dan dalam doa beliau, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. selalu menyebutkan beberapa sifat Allah dan kerububiyahan-Nya yang sesuai dengan apa yang beliau minta. Ketika beliau memohon agar diberi petunjuk sesuai fitrah manusia ketika diciptakan, beliau bertawassul dengan sifat-Nya sebagai Pencipta langit dan bumi. Dan ketika beliau memohon agar diajarkan kebenaran dan diberi taufik, beliau menyebutkan pengetahuan Allah tentang hal yang gaib dan yang nampak. Karena sudah selayaknya seorang hamba memohon kepada Zat Yang Maha mengetahui untuk diajari dan diberi tuntunan serta petunjuk.
Hal ini seperti tawasulnya seorang hamba dengan kekayaan dan kedermawanan Yang Maha Kaya agar diberi sesuatu dari harta-Nya. Juga seperti tawassulnya seorang hamba dengan keluasan ampunan Yang Maha Pengampun supaya diampuni, serta memohon kasih sayang dengan rahmat-Nya supaya dikasihi dan semacamnya.
Rasulullah menyebutkan rububiyah (ketuhanan) Allah atas Jibril, Mikail dan Israfil, karena beliau memohon dari-Nya petunjuk yang menghidupkan hati. Allah telah menjadikan ketiga malaikat itu sebagai wasilah bagi kehidupan hamba. Jibril adalah pembawa wahyu yang diwahyukan Allah kepada para nabi, dan ini merupakan sebab kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Sedangkan, Mikail ditugaskan mengurusi hujan yang merupakan sebab kehidupan segala sesuatu di dunia. Adapun Israfil, dia adalah malaikat yang meniup sangkakala. Dengan tiupan itu, Allah menghidupkan yang telah mati dan dihadapkan kepada Tuhan semesta alam.
Hidayah memiliki empat tingkatan sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an.
Pertama: hidayah yang bersifat general (umum), yaitu hidayah untuk setiap makhluk meliputi hewan dan manusia. Hidayah ini Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan agar mereka mampu menunaikan tugas yang mereka emban. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى الَّذِي خَلَقَ فَسَوَّى وَالَّذِي قَدَّرَ فَهَدَى
"Sucikanlah nama Tuhanmu yang paling tinggi, yang menciptakan dan menyempurnakan penciptaan-Nya serta yang menentukan kadar masing-masing dan memberikan petunjuk."
(QS Al-A'laa [87] : 1-3)
Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan empat perkara: penciptaan, penyempurnaan, penentuan qadar, dan hidayah. Allah menyempurnakan ciptaan-Nya dan mengaturnya. Lalu Dia menetapkan sebab-sebab kebaikannya dalam kehidupan. Dia juga memberinya petunjuk kepada kebaikan-kebaikan itu. Hidayah di sini adalah pengajaran, karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan bahwa Dialah yang mencipta dan mengajari sebagaimana yang disebutkan dalam surah pertama yang diturunkan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang kisah Fir'aun, bahwa dia bekata kepada Musa,
قَالَ فَمَن رَّبُّكُمَا يَا مُوسَى قَالَ رَبُّنَا الَّذِي أَعْطَى كُلَّ شَيْءٍ خَلْقَهُ ثُمَّ هَدَى
"Berkata Fir'aun, 'Maka siapakah Tuhanmu berdua, wahaiMusai"Musa berkata, 'Tuhan kami ialah Tuhan yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya kemudian memberinya petunjuk.'"
(QS Thaahaa [20] : 49-50)
Hidayah ini adalah hidayah yang paling awal dan paling umum.
Kedua: hidayah yang berupa penjelasan dan pembuktian yang menjadi argumentasi Allah bagi hamba-hamba-Nya, dan ini tidak mengharuskan adanya petunjuk secara umum.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَأَمَّا ثَمُودُ فَهَدَيْنَاهُمْ فَاسْتَحَبُّوا الْعَمَى عَلَى الْهُدَى
"Dan adapun kamu Tsamud, maka mereka telah kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) dari petunjuk itu."
(QS Fushshilat [41] : 17)
Artinya, Kami telah menjelaskan, membuktikan, dan memperkenalkan kepada mereka, tetapi mereka masih tetap mengutamakan kesesatan dan kebutaan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman;
وَعَاداً وَثَمُودَ وَقَد تَّبَيَّنَ لَكُم مِّن مَّسَاكِنِهِمْ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ فَصَدَّهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَكَانُوا مُسْتَبْصِرِينَ
"Dan juga kaum 'Ad dan Tsamud, dan sungguh telah nyata bagi kamu (kehancuran mereka) dari (puing-puing) tempat tinggal mereka. Dan setan menjadikan mereka memandang baik perbuatan-perbuatan mereka, lalu ia menghalangi mereka dari jalan Allah, sedangkan mereka adalah orang-orang yang berpandangan tajam."
(QS Al-'Ankabuut [29] : 38)
Ini adalah tingkatan yang lebih khusus dari yang pertama dan lebih umum dari yang kedua. Ini adalah petunjuk yang berupa taufik dan ilham dari-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَاللّهُ يَدْعُو إِلَى دَارِ السَّلاَمِ وَيَهْدِي مَن يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
"Allah menyeru manusia ke Dar as-Salam (surga) dan menunjuki orang yang dikehendakinya ke jalan yang lurus (Islam)."
(QS Yunus [10]: 25)
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengarahkan dakwah-Nya kepada makhluk-Nya secara umum dan mengkhususkan hidayah-Nya kepada orang-orang yang Dia kehendaki. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
نَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
"Sesungguhnya kamu tidak dapat memberikan petunjuk kepada orang yang engkau cintai, tetapi Allahlah yang memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki."
(QS Al-Qashash [28]: 56)
وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
"Sesungguhnya kamu benar-benar memberikan petunjuk kepada jalan yang lurus."
(QS Asy-Syuuraa [42] : 52)
Jadi Allah Subhanahu wa Ta’ala menetapkan hidayah yang berupa ajakan dan penjelasan, namun menafikan hidayah yang berupa taufik dan ilham. Nabi shallallahu alaihi wasallam. bersabda,
َنْ يَهْدِهِ الله فَلاَ مُضِلَّ لَهْ، وَمَنْ يُضِلَلْ فَلاَ هَادِيَ لَهْ
"Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya. Dan barangsiapa yang Dia sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk..”[1]
Ketiga: hidayah yang dengan pasti membuat seorang hamba mendapatkan petunjuk.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
إِن تَحْرِصْ عَلَى هُدَاهُمْ فَإِنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي مَن يُضِلُّ
"jika kamu sangat mengharapkan agar mereka mendapat petunjuk, maka sesungguhnya Allah tiada memberi petunjuk kepada orang yang disesatkannya."
(QA An-Nahl [16] : 37)
Artinya, barangsiapa yang Allah sesatkan, maka dia tidak akan mendapat petunjuk untuk selamanya.
Adapun hidayah yang berupa penjelasan dan pembuktian adalah syarat yang tidak mewajibkan diperolehnya hidayah. Jadi tidak menutup kemungkinan hidayah tidak terwujud dengan adanya penjelasan dan pembuktian tersebut. Ini berbeda dengan hidayah jenis ketiga, karena tidak mungkin dengan adanya hidayah jenis ini seseorang tidak akan memperoleh petunjuk.
Keempat: hidayah di akhirat kelak yang menunjukkan jalan ke surga dan neraka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا يَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ فَاهْدُوهُمْ إِلَى صِرَاطِ الْجَحِيمِ
"(Kepada malaikat diperintahka) ‘Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman-teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah selain Allah. Maka, tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka. '”
(QS Ash-Shaffaat [37] : 22-23)
Dan perkataan penghuni surga,
الْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَـذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلا أَنْ هَدَانَا اللّهُ
"Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami jalan ke surga ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapatkan petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk."
(QS Al-A'raaf [7] : 43)
Ada dua kemungkinan dalam ayat ini, yaitu hidayah di akhirat yang menunjukkan jalan ke surga atau hidayah di dunia yang membuat manusia kelak masuk surga. Seandainya dikatakan bahwa yang dimaksud ayat ini adalah kedua hidayah tersebut, yaitu mereka memuji Allah atas petunjuk-Nya di dunia dan petunjuk-Nya di akhirat yang menunjukkan jalan ke surga, maka ini lebih tepat dan lebih baik. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membuat perumpamaan bagi orang yang tidak mengetahui kebenaran dan tidak mengikutinya dengan sebuah perumpamaan yang sangat sesuai. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
قُلْ أَنَدْعُو مِن دُونِ اللّهِ مَا لاَ يَنفَعُنَا وَلاَ يَضُرُّنَا وَنُرَدُّ عَلَى أَعْقَابِنَا بَعْدَ إِذْ هَدَانَا اللّهُ كَالَّذِي اسْتَهْوَتْهُ الشَّيَاطِينُ فِي الأَرْضِ حَيْرَانَ لَهُ أَصْحَابٌ يَدْعُونَهُ إِلَى الْهُدَى ائْتِنَا قُلْ إِنَّ هُدَى اللّهِ هُوَ الْهُدَىَ وَأُمِرْنَا لِنُسْلِمَ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
"Katakanlah apakah kita akan menyeru selain dari Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak pula mendatangkan kemudharatan kepada kita. Apakah kita akan dikembalikan ke belakang, sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh setan dipeshallallahu alaihi wasallamangan yang menakutkan dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya ke jalan yang lurus dengan mengatakan, 'Marilah ikuti kami.' Katakanlah, 'Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam.'"
(QS Al-An'am [6] : 71)
Sumber: Kunci Kebahagiaan (Mukhtasar Miftah Daar as-Sa’adah) karya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, hal. 169-173. Penerbit: Pustaka Akbar, 2004. (Silahkan baca bukunya...)
[1] Hadits Shahih yang memiliki banyak jalur periwayatan. Syaikh Albani menyebutkannya dalam sebuah tulisan Khutbah al-Hajjah.
No comments:
Post a Comment