Saturday, August 09, 2008

Manhaj Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam Ibadah -2

Catatan dari Daurah Syariyyah Manhajiyah

Manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam ibadah
(bagian kedua)
Oleh: Ustadz Mubarak Bamualim, Lc.
Sumber rekaman kajian: http://www.assunnah.mine.nu


Hakikat Manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama;ah dalam beribadah.


Manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam ibadah, yaitu mereka menyembah Allah lillaih (karena Allah), billah (dengan pertolongan Allah)i, fillahi (di atas syariat Allah).

Lillahi; yaitu mereka ikhlas kepada Allah subhanahu wa ta’ala dalam beribadah kepada Allah, tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu.

Dalilnya, diantaranya adalah firman Allah:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus , dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS Al-Bayynah [98] : 5)

Jadi agama yang lurus adalah agama yang memerintahkan kepada keikhlasan di dalam beribadah kepada Allah Azza wa Jalla. Maka setiap agama yang mengajarkan kesyirikan, maka dia bukan agama yang qayyimah (lurus).

Agama yang qayyimah adalah agama yang memerintahkan untuk beribadah kepada Allah dengan shalat, karena shalat adalah bagian dari ibadah. Sehingga penyebutan ibadah shalat setelah perintah menyembah Allah dengan ikhlas dan menegakkan shalat, menunjukkan betapa pentingnya shalat sebagai salah satu wujud peribadatan seorang hamba kepada Allah Azza wa Jalla.

Dan di dalam ayat ini Allah menyebutkan tentang hubungan antara seorang hamba dengan Allah Ta’ala, tatkala Allah memerintahkan untuk shalat. Kemudian Allah menyebutkan bahwa mereka diperintahkan untuk menunaikan zakat, ini adalah bagaimana Allah memerintahkan manusia untuk menjaga hubungan dengan sesama manusia.

Jadi agama yang qayyimah yang mengajarkan tauhid, mengikhlaskan ibadah semata-mata karena Allah, kemudian menegakkan shalat yang menjaga hubungan hamba dengan Sang Khalik, kemudian yang mengeluarkan zakat, yang memelihara hubungan manusia dengan manusia.

Allah memerintahkan Nabi shallallahu alaihi wasallam untuk ikhlas dalam beribadah, sebagaimana firman-Nya:

فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصاً لَّهُ الدِّينَ

“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya.” (QS Az-Zumar [39] : 2)

أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ

“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik).” (QS Az-Zumar [39] : 3)

Peribadatan yang murni itulah milik Allah Subhanahu wa Ta’ala. Adapun peribadatan yang tidak murni, yang dicampur dengan riya, dengan kesyirikan dan dengan kotoran-kotoran lainnya, semua itu bukan milik Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dalam sebuah hadits Qudsi Allah berkata:

أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنْ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ

Aku paling tidak butuh sukutu. Maka barangsiapa yang melakukan amalan yang mempersekutukan Aku dan selain-Ku, maka Aku tinggalkan dia dan kesyirikannya.” (HR Muslim)

Allah berfirman:

قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَاْ أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ

“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (QS Al-An’am [6] : 162-163)

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً

“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS Al-Mulk [67] : 2)

Dalam menafsirkan ayat ini, Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata: Yang dimaksud dengan لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً – “siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya” adalah yang paling murni (ikhlas) dan yang paling benar. Ditanyakan kepada beliau, “Apa yang dimaksud dengan amal yang paling murni dan palin benar?” Beliau menjawab: “Sesungguhnya amal ibadah itu apabila dia murni artinya diikhlaskan semata-mata karena Allah, namun dia tidak benar, maka tidak diterima amal itu. Dan apabila amal itu benar tetapi tidak ikhlas tidak murni kepada Allah Ta’ala, maka amal itu tidak diterima oleh Allah Azza wa Jalla. Sehngga amal itu benar-benar murni (ikhlas) dan dilaksanakan dengan benar. Dikatakan murni apabila amal itu dilaksanakan semata-mata karena Allah, dan dikatakan benar tatkala amal itu dilaksanakan benar-benar sesuai dengan sunnah, tuntunan, ajaran Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.” Kemudian beliau membaca:

فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً

“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".(QS Al-Kahfr [18] : 110)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda dalam sebuah hadits shahih:

“Ada tiga hal yang hati seorang Muslim tidak akan dengki. Yaitu mengikhlaskan amal ibadah semata-mata karena Allah, dan memberi nasihat kepada para pemimpin, dan menetapi jama’ah kaum Muslimin.” (HR Tirmidzi)

Ada tiga sebab mengapa Allah dan Rasul-Nya memerintahkan kita untuk ikhlas beribadah hanya kepada Allah:
1. Ikhlas merupakan syarat diterimanya ibadah seseorang.
2. Ikhlas merupakan ruh amal perbuatan. IItulah sebabnya amal ibadah yang tidak ikhlas kepada Allah layaknya jasad mati yang tidak berkembang, karena tidak diterima oleh Allah Azza wa Jalla.
3. Apabila seseorang tidak ikhlas dalam beramal kepada Allah, maka apa yang diupayakan akan tertolak, akan dijadikan ibarat debu yang berterbangan.

Ikhlas merupakan amal hati yang paling penting dan tidak mudah. Oleh karena itu keikhlasan ini seseorang harus melawan dirinya sendiri (jihadun nafs).

Adapun beberapa defisini ikhlas oleh para ulama:

Ikhlas adalah seorang hamba tatkala beribadah, beramal, dia hanya menghendaki untuk mendekatkan diri kepada Allah semata.

Ikhlas yaitu mengesakan Allah subhanahu wa ta’ala dalam tujuan melaksanakan ketaatan.

Ikhlas yaitu kesamaan amal-amal seorang hamba antara yang dzahir dan yang batin. Yakni apa yang ditampakkan sama dengan apa yang disembunyikan. Lalu dilanjutkan dengan definisi riya, yaitu tatkala dzahir seorang hamba lebih baik dari batinnya. Jadi apa yang tampak pada seseorang lebih baik daripada apa yang disembunyikan.

Dan kebenaran dalam keikhlasan adalah tatkala batin seseorang yang tersembunyi lebih makmur daripada dzahirnya – tatkala apa yang disembunyikan lebih baik daripada apa yang ditampakannya.

Ada juga yang mengatakan yang dimaksudkan dengan ikhlas adalah memurnikan amal ibadah dari segala sesuatu yang mengotorinya.

Ada banyak hal yang dapat mengotori ibadah:
- riya; beribadah agar dilihat orang,
- sum’ah; beribadah agar didengar orang;
- beribadah karena tujuan dunia, agar mendapatkan kedudukan terpandang atau sebagai pemimpin.

Adapun definisi yang menyeluruh tentang ikhlas: “Memalingkan seluruh amal ibadah dan mendekatkan diri dengan amal ibadah itu hanya kepada Allah. Bukan untuk dilihat lalu dipuji orang (riya(, bukan untuk didengar lalu dipuji orang (sum’a) dan tidak pula untuk mendapatkan kepentingan-kepentingan duniawi yang akan lenyap, dan bukan pula beribadah dengan dibuat-buat oleh seseorang, akan tetapi dia mengharapkan pahala dari Allah dan takut kepada adzab Allah, dan dia hanya mengharapkan keridhaan Allah subhanahu wata’ala.

Al Qadhi Iyadh berkata: “Meninggalkan suatu amal karena manusia adalah riya dan melakukan amal perbuatan karena manusia adalah syirik. Sedangkan ikhlas adalah tatkala Allah menyelematkanmu dari keduanya.”

No comments:

Post a Comment