Monday, July 28, 2008

Manhaj Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam Ibadah - 1

Catatan dari Daurah Syariyyah Manhajiyah

Manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam ibadah
(bagian pertama)

Pemateri: Ustadz Mubarak Bamualim, Lc.
Sumber rekaman kajian: http://www.assunnah.mine.nu


Hakikat dan Makna Ibadah

Ayat-ayat Al-Qur’an yang menyebutkan tentang ibadah dan perintah untuk beribadah kepada Allah Azza wa Jalla sangat banyak. Bahkan tujuan Allah menciptakan manusia dan jin adalah untuk beribadah kepada-Nya, sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS Adz-Dzariyaat [51] : 56)<


Kemudian Allah menerangkan bahwasanya peribadatan yang mereka lakukan itu manfaatnya tidak kembali kepada Allah tetapi akan kembali kepada mereka. Sebagaimana kemudian Allah berfirman:

مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ

“Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan.”

إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ

“Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.”(QS Adz-Dzariyaat [51] : 56-58)

Oleh sebab itu tatkala Allah memerintahkan manusia untuk beribadah kepada-Nya Allah menyebutkan suatu pendorong mengapa mereka diperintahkan untuk beribadah, Allah menyadarkan mereka bahwasanya mereka beribadah kepada Allah swt sebagai wujud kesyukuran mereka kepada Allah yang telah menciptakan mereka.

Di dalam surat Al-Baqarah Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,” (QS Al-Baqarah [2] : 21)

Kata-kata manusia (sekalian manusia) mencakup seluruh manusia, yang kafir maupun yang mukmin, laki-laki maupun perempuan, orang merdeka maupun budak, seluruh yang namanya manusia diseru oleh Allah azza wa jalla untuk beribadah menyembah-Nya.

Yang telah menciptakan kamu maksudnya dari tidak ada menjadi ada.

Salah satu tujuan beribadah kepada Allah agar menjadi manusia-manusia yang bertakwa kepada Allah.

Kemudian misi ibadah ini adalah misi yang dibawa oleh seluruh rasul-rasul Allah. Karena memang Allah menciptakan manusia untuk beribadah kepada Allah aza wa jalla, lalu mereka dipalingkan oleh syaithan. Lalu karena rahmat Allah dan kasih-sayang-Nya, Allah mengutus para Rasul kepada umat, kepada suatu kaum, agar mengingatkan manusia tujuan dari mereka diciptakan oleh Allah aza wa jalla. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ

“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu",” (QS An-Nahl [16] : 36)


Di dalam surat Al-Anbiya ayat 25 Allah berfirman tentang perutusannya kepada manusia tatkala Dia mengutus para rasul:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku".” (QS Al-Anbiya [21] : 25)

Kemudian setelah secara umum Allah mengabarkan kepada kita tentang misi Allah tatkala mengutus seluruh rasul-rasul-Nya, lalu kemudian diterangkan pula oleh Allah satu persatu rasul-rasul itu, dimana Allah mengatakan tentang kisah Nabi Nuh alaihis salam ketika dia menyeru kaumnya:

إِنَّا أَرْسَلْنَا نُوحاً إِلَى قَوْمِهِ أَنْ أَنذِرْ قَوْمَكَ مِن قَبْلِ أَن يَأْتِيَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي لَكُمْ نَذِيرٌ مُّبِينٌ أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاتَّقُوهُ وَأَطِيعُونِ

“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan memerintahkan): "Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab yang pedih", Nuh berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kamu, (yaitu) sembahlah olehmu Allah, bertakwalah kepada-Nya dan ta'atlah kepadaku,” (QS Nuh [71] : 1-3)

Demikian pula kepada Nabi Hud alaihis salam kepada kaum ‘Ad, dimana beliau berseru kepada kaumnya, sebagaimana difirmankan oleh Allah:

وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُوداً قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُواْ اللّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَـهٍ غَيْرُهُ أَفَلاَ تَتَّقُونَ

“Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum 'Aad saudara mereka, Hud. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain dari-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya ?" (QS Al-A’raf [7] : 65)

Kemudian kepada kaum Tsamud Allah mengutus saudara mereka Saleh alaihis salam untuk memberi peringatan kepada kaumnya agar menyembah hanya kepada Allah, Allah berfirman:

وَإِلَى ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحاً قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُواْ اللّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَـهٍ غَيْرُهُ

“Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka Shaleh. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya.” (QS Al-A’raf [7] : 73)

Kemudian kepada Nabi Syuaib alahis salam, Allah berfirman:

وَإِلَى مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْباً قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُواْ اللّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَـهٍ غَيْرُهُ

“Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan saudara mereka, Syu'aib. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya.” (QS Al-A’raf [7] : 85)

Kemudian juga kepada Nabi Ibrahim alaihis salam. Allah mengisahkan bagaimana beliau berupaya menegakkan tauhid:

وَإِبْرَاهِيمَ إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاتَّقُوهُ

“Dan (ingatlah) Ibrahim, ketika ia berkata kepada kaumnya: "Sembahlah olehmu Allah dan bertakwalah kepada-Nya.” (QS Al-Ankabut [29] : 16)

Kemudian juga kepada Isa bin Maryam, sebagaimana dikisahkan Allah dalam surat Al-Imran:

إِنَّ اللّهَ رَبِّي وَرَبُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ هَـذَا صِرَاطٌ مُّسْتَقِيمٌ

“Sesungguhnya Allah, Tuhanku dan Tuhanmu, karena itu sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus".” (QS Al-Imran [3] : 51)

Juga kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, Allah berfirman:

إِنَّا أَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصاً لَّهُ الدِّينَ

“Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quraan) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya.: (QS Az-Zumar [39] : 2)

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

“dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (QS Al-Hijr [15] : 99)

Lalu kepada orang-orang Mukminin Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (QS Al-Hajj [22] : 77)

Dengan demikian, bahwa dari apa yang kita dengar Allah subhanahu wa ta’ala telah memerintahkan kepada seluruh nabi-nabi-Nya untuk memerintahkan kepada kaumnya untuk menyembah Allah azza wa jalla. Adapun nama nabi-nabi yang tidak disebutkan disini, sudah terwakili dalam surat An-Nahl (36) dan Al-Anbiya (25).

Dengan demikian kita mengetahui bahwasanya ibadah adalah memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan seorang manusia bahkan menjadi tujuan tatkala dia diciptakan oleh Allah azza wa jalla, yaitu untuk beribadah kepada Allah azza wa jalla.

Makna Ibadah

Disebutkan oleh syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, dalam kitabnya Al-Ubudiyah, bahwa asal dasar makna ibada adalah ‘kehinaan’ atau ‘menghinakan diri’. Makanya dikatakan, At-Tariq Al-Mu’abbad’ – jalan yang terinjak-injak – jika jalan itu telah ditakluk atau telah dikenal oleh manusia.

Dalam menjelaskan tentang makna ibadah secara syar’i, kata beliau rahimahullah bahwa al-ibadah adalah ‘ismun jami’un li kulli ma yuhibbuhullahu wa yardha minal aqwali wal af’ali adzahirati wal baathinati’ – bahwa ibadah artinya sebuah istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai oleh Allah dan diridhai-Nya baik berupa perkataan-perkataan ataupun perbuatan-perbuatan yang tampak maupun yang tersembunyi.

Syaikhul Islam memerikan contoh – Dengan demikian bahwasanya shalat, zakat, puasa, haji, mengucapkan perkataan yang benar, melaksanakan amanah, berbakti kepada kedua orang tua, bersilaturahim - menjalin hubungan kekereabatan, menepati janji, memerintahkan kepada yang ma’ruf mencegah dari kemungkaran, berjihad melawan orang-orang kafir dan orang-orang munafik, dan berbuat baik kepada tetangga dan kepada anak yatim, orang miskin, musyafir, budak, manusia dan binatang, berdoa kepada Allah, berdzikir, membaca Al-Qur’an, dan yang semisal dengan itu adalah merupakan ibadah.

Kemudian kata beliau – demikian pula cinta kepada Allah dan kepada rasul-Nya, rasa takut kepada Allah, dan kembali kepada Allah, dan mengikhlaskan ibadah semata-mata karena Allah, bersabar terhadap keputusan Allah, mensyukuri nikmat Allah, ridha kepada putusan-Nya, dan bertawakkal kepada-Nya, mengharapkan rahmat-Nya, dan takut kepada adzab-Nya, semua itu merupakan ibadah kepada Allah.

Inilah makna ibadah.

Dengan demikian kata Syaikhul Islam, agama semuanya adalah ibadah. Lalu beliau membawakan dalil dari hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dimana Nabi shallallahu alaihi wasallam menjawab pertanyaan malaikat Jibril ketika menyamar menjadi manusia, tentang Islam, Iman dan Ihsan. Lalu pada akhir hadits ini ketika ditanya oleh Umar radhiallahu anhu mengenai orang itu, beliau bersabda; “Ia Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kepada kalian.” (HR Bukhari Muslim).

Dengan demikian maka agama seluruhnya adalah ibadah kepada Allah Azza wa Jalla.

Disebutkan oleh Syaikhul Islam, dua kriteria yang harus dimiliki oleh ibadah ini, yaitu tatkala seorang hamba beribadah kepada Allah harus ada di dalam iabadah puncak kehinaan dalam dirinya di hadapan Allah Azza wa Jalla, dan yang kedua harus memiliki puncak kecintaan kepada Allah Azza wa Jalla.

Pertanyaan yang patut diajukan kepada diri kita masing-masing, sudahkah kita memiliki kedua hal ini, puncak kehinaan di hadapan Allah dan puncak kecintaan kepada Allah ketika beribadah? Kitalah yang masing-masing harus menjawab kepada diri kita sendiri.

Ubudiyah terdiri dari dua macam:

1. Ubudiyah ammah (bersifat umum)
2. Ubudiyah khassah (bersifat khusus)

Tatkala seorang hamba telah mengenal Allah sebagai Rabbnya dan mengakui sebagai Tuhan yang menciptakannya, dan mengetahui bahwa dia butuh kepada Allah, memerlukan Allah, ini berarti hamba itu telah mengenal Rububiyah Allah. Maka suatu saat dia meminta kepada Allah, tunduk kepada Allah, tawakal kepada Allah, pasrah kepada Allah. Tetapi kadang-kadang dia taat kepada Allah, kadang-kadang dia tidak taat kepada Allah, kadang-kadang dia menyembah Allah, kadang-kadang dia menyembah Allah bersamaan dengan itu dia menyembah syaithan, patung, atau yang lainnya. Ubudiyah ini namanya ubudiyah ammah (secara umum) yang mana tidak membedakan antara ahlun naar dan ahlul jannah, karena orang-orang yang masuk neraka pun mengakui Allah sebagai Penciptanya. Inilah yang merupakan Tauhid Rububiyah. Seorang hamba kafir pun, mau tidak mau, ridha atau tidak ridha, mengakui atau tidak mengakui, dia adalah hamba Allah subhanahu wa ta’ala. Itulah sebabnya kadang-kadang mereka menyebah Allah, terkadang mereka menyembah patung-patung, tetapi mereka mengakui bahwa Allah lah yang menciptakan, yang mengatur, yang memberi rezki, Allah yang menghidupkan dan Allah yang mematikan.

Ubudiyah ini tidak terpuji, tidak menjadikan seorang sebagai seorang Mukmin kepada Allah Azza wa Jalla. Orang yang berbuat demikian tetap sebagai seorang ‘abdun’ –seorang hamba. Abdun bermakna dua: Abdun yang bermakna muabbad, adalah seorang yang diperhambakan oleh Allah, diakui atau tidak, dia mengetahui atau tidak dia adalah hamba Allah Azza wa Jalla.

Adapun Abdun yang bermakna abid, adalah seorang yang benar-benar menyebah Allah Azza wa Jalla dengan pilihannya. Inilah yang dimaksud ubudiyah khassah. Karena ubudiyah khassah inilah Allah mengutus para rasul kepada hamba-hamba-Nya agar menyembah Allah dengan kesadaran mereka. Setelah mereka meyakini Allah adalah Tuhan mereka Yang Menciptakan mereka, Yang Memberikan rezki, Yang Mengatur, Yang Menghidupkan, Yang Mematikan, kemudian mereka menyembah Allah dengan kesadaran mereka, keterpanggilan dari hati-hati mereka. Dan ini yang berkaitan dengan Tauhid Uluhiyah. Inilah ubudiyah yang terpuji, yang mendapatkan ganjaran oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan pahala karena beribadah dengan kesadaran mereka, dengan ikhtiar mereka, mereka sadar bahwa mereka mempunyai kewajiban kepada Allah yaitu menyembah Allah Azza wa Jalla. Inilah yang memisahkan mereka dari penghuni neraka.

Inilah misi yang dibawa oleh para rasul, agar manusia mengetahui bahwa mereka mempunyai tugas yang khusus di dunia ini, yaitu menyembah kepada Allah Azza wa Jalla.

bersambunng...

No comments:

Post a Comment