Friday, June 20, 2008

Afdhalul Istigfar (1)

Cara Terbaik Memohon Ampunan (1)

oleh Syaikh Abur Razak Ibnu Abdul Muhsin Al-Abbad



Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan-Nya, kami memohon ampun dan bertaubat kepada-Nya. Kami berlindung kepada-Nya dari kejahatan diri-diri kami dan dari keburukan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, tidak ada yang dapat menunjukinya. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang patut diibadahi dengan benar kecuali Allah, Maha Esa Dia, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Semoga Allah mengirimkan shalawat dan salam kepadanya, kepada para pengikutnya dan seluruh sahabatnya. Amma ba’du.

Saudara-saudaraku yang mulia, kuliah ini dengan topik Istigfar – memohon ampun atas dosa seseorang – menyangkut salah suatu topik yang paling penting yang mana seorang Muslim harus memberikan perhatian di dalam hidupnya, dan karenanya harus mempunyai keprihatinan yang besar terhadapnya. Termasuk di dalamnya penjelasan cara terbaik dalam istigfar, diantara banyak bentuk istigfar yang terdapat di dalam sunnah Nabi shallallahu alaihi wasallam Kita memohon kepada Allah bahwa ini akan bermanfaat bagi kita dan menjadi berkah bagi kita.

Terdapat banyak nash yang dapat ditemukan di dalam Kitab Allah Jalla wa ’Ala dan di dalam sunnah Rasul-Nya shallallahu alaihi wasallam yang mendorong seseorang untuk beristigfar, nash yang memerintahkannya, yang menunjukkan keutamaannya, menunjukkan keutamaan orang yang melakukannya, dan orang-orang yang terus menerus melakukannya. Bahkan, ada begitu banyak dalil sehingga akan sulit untuk menghitungnya. Diantaranya adalah firman Allah subhanahu wata'ala:


قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعاً إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Az-Zumar [39] : 53)

Sebagian para Salaf berkata bahwa ayat dari Kitabullah ini, adalah ayat yang paling memberikan harapan bagi orang yang memohon ampun. Lebih dari itu, Allah Ta’ala dalam mendorong beristigfar, dan dalam menjelaskan keutamaan dan buah (istigfar) di kehidupan dunia dan akhirat, menyebutkan apa yang dikatakan oleh Nuh alaihis salam:


فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَاراً وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَاراً

“Maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS Nuh [71] : 10-12)

Ayat yang mulia ini menjanjikan berbagai manfaat dan memberikan pelajaran penting bagi mereka yang memohon ampunan dan bagi mereka yang terus-menerus memohon ampun atas dosa-dosanya. Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki mendatangi Hasan al-Bashri, seorang pembesar Tabi’in, dan mengeluhkan kemiskinan kepadanya. Maka dia berkata kepada laki-laki itu, ‘Mohonlah ampun kepada Allah.’ Seorang laki-laki lain datang kepadanya mengeluhkan bahwa dia tidak mempunyai anak. Maka Hasan al-Bashri berkata kepadanya, ‘Mohonlah ampun kepada Allah.’ Laki-laki ketiga datang kepadanya mengeluhkan kekosongan kebunnya. Maka dia berkata kepada laki-laki itu, ‘Mohonlah ampun kepada Allah.’ Kemudian beliau membacakan kepada mereka firman Allah subhahanu wa ta'ala:


فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَاراً وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَاراً

“Maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS Nuh [71] : 10-12)

Ini adalah beberapa dari buah istigfar dan beberapa manfaatnya di kehidupan dunia. Adapun untuk kehidupan akhirat, maka manfaat dari istigfar sangat besar dan luar biasa.

Berkenaan dengan sunnah, terdapat banyak dalil dari Nabi shallallahu alaihi wasallam mendorong permohonan ampun kepada Allah (istigfar) dan menjelaskan keutamaannya. Diantaranya adalah hadits Anas bin Malik radhiallahu anhu yang diriwayatkan diantaranya oleh at-Tirmidzi di dalam Sunan-nya. Dia berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:


قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلَا أُبَالِي يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ وَلَا أُبَالِي يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي لَا تُشْرِكُ بِي شَيْئًا لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

“Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman: “Hai anak Adam! Sesungguhnya selama engkau berdoa kepadaku, dan berharap kepadaku, maka Aku akan memberikan pengampunan atas segala dosa yang telah engkau lakukan dan Aku tidak perduli. Hai anak Adam! Andaikata dosa-dosamu telah mencapai setinggi langit kemudian engkau memohon ampun kepada-Ku, Aku pasti mengampunimu dan Aku tidak perduli. Hai anak Adam! Jika engkau datang kepada-Ku dengan kesalahan-kesalahan hampir sepenuh bumi, kemudian engkau menemui-Ku dengan tidak menyekutukan sesuatu dengan-Ku, maka Aku akan menemuimu dengan pengampunan hampir sepenuh bumi pula.”

Dalil dari hadits qudsi ini mengenai keutamaan memohon ampun adalah pada kalimat kedua. Yaitu firman Allah Tabaraka wa Ta’ala: “Hai anak Adam! Andaikata dosa-dosamu telah mencapai setinggi langit…” adapun kata عَنَانَ السَّمَاء dikatakan bahwa ‘ia berarti awan…’ juga dikatakan, ‘ia adalah batas langit yang dapat dicapai oleh penglihatan seseorang’.

Dengan demikian, bahkan jika dosa-dosa itu begitu banyak, berbagai macam dan besar sekali, Allah Tabaraka wa Ta’ala akan mengampuni hamba jika dia memohon ampun kepada-Nya.

Juga dari hadits lain mengenai istigfar dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:


وَاللَّهِ إِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِي الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً

“Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, aku sungguh memohon ampun dan bertaubat kepada Allah tujuh puluh kali setiap hari.”1)

Nabi shallallahu alaihi wasallam yang telah Allah ampuni dosa yang sebelumnya dan yang akan datang, namun beliau masih memohon ampunan Allah lebih dari seratus kali setiap hari. Demikian, sebagaimana Ibnu Umar radhiallahu anhu berkata: “Kami biasa menghitung dalam sebuah majelis beliau mengucapkan “astagfirullah wa atuubu ilaihi”2) lebih dari tujuh puluh kali.” Dengan begitu beliau shallallahu alaihi wasallam beristigfar secara terus menerus dan memberikan penekanan betapa pentingnya istigfar.

Juga dari hadits yang menunjukkan keutamaan dan betapa pentingnya istigfar diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda: “Demi Allah, jika kalian tidak berbuat dosa, Allah akan meninggalkanmu dan mendatangkan suatu kaum yang berdosa dan memohon ampun kepada-Nya dan Dia akan mengampuni mereka.”3) Allah akan mengambilmu dan mendatangkan orang-orang yang memohon ampun kepada Allah dan Allah akan mengampuni mereka – ini menunjukkan pada tingkat dimana Allah Tabaraka wa Ta’ala mencintai permohonan ampun dan bahwa Dia mencintai orang-orang yang memohon ampunan-Nya.

Diantara nama-nama indah Allah Tabaraka wa Ta’ala adalah Al-Afuww – ‘Yang Memberi Maaf’ – Al-Ghafur – ‘Yang Mengampuni’, dan Al-Ghaffar – ‘Yang Maha Pengampun’. Allah Tabaraka wa Ta’ala mencintai kita berdoa dengan nama-Nya dan kita beribadah kepada-Nya dengan apa yang menjadi tuntunan nama-Nya. Sebagaimana Allah berfirman:



وَلِلّهِ الأَسْمَاء الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا

“Hanya milik Allah asmaa-ul husna , maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu.” (QS Al-A’raf [7] : 180)

Demikian juga, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dalam kedua kitab Shahih dari Abu Hurairah radhiallahu anhu,



إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً إِلَّا وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ


“Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, seratus dikurangi satu. Barangsiapa yang mengingat dan menghafalnya akan masuk surga.” 4)



Namun demikian, ‘…mengingat dan menghafalkannya…’ (ihsaa) bukanlah sekedar menuliskan nama-nama itu diatas secarik kertas dan membacanya – sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang. Para ulama telah menjelaskan bahwa ihsaa dari nama-nama Allah terdiri dari tiga tingkatan. Yang pertama adalah menghafalkan nama-nama tersebut. Yang kedua adalah memahami makna dari nama-nama tersebut. Dan yang ketiga adalah berdoa kepada Allah dengan nama-nama tersebut dan berbuat sesuai dengan tuntunan nama-nama itu.

Sebagai contohnya, kita mengambil dari nama-nama Allah misalnya At-Tawwab. Lalu kita memahami maknanya, ‘Dia Yang Memberi Petunjuk kepada hamba-Nya untuk bertaubat dan menerima taubat mereka,’ menunjukkan kepada kita bahwa Allah Tabaraka wa Ta’ala menerima taubat hamba-Nya, menunjuki mereka untuk bertaubat dan memberikannya kepada mereka. Kita juga memahami bahwa Allah Tabaraka wa Ta’ala adalah Satu-Satunya yang memberikan ampunan. Setelah memahami semua ini, kita bertindak sebagaimana tuntunan nama tersebut dengan bertaubat kepada Allah dari segala dosa-dosa kita.

Inilah cara dimana kita harus menghafal dan memahami semua nama-nama indah (asmaul husna) Allah. Namun demikian, sangat penting bahwa pemahaman kita terhadap asmaul husna adalah benar dan jauh dari metodologi yang rusak (menyimpang) seperti ta’wil, yang mencoba menjelaskan sifat-sifat Allah dengan pemahaman yang menyimpang dan berbelit-belit, atau ta’til, yang menolak sifat-sifat yang disebutkan Allah dan Rasul-Nya. Tidak, pemahaman kita berdasarkan Salaful Ummah.

Allah adalah Al-Ghafur – ‘Yang Mengampuni,’ dan Dia adalah Al-Ghaffar –‘Yang Maha Pengampun,’ dan Dia adalah Al-Afuww – ‘Yang Maha Memaafkan.’ Ini dari nama-nama indah Allah, menuntut bahwa kita secara terus-menerus memohon ampun, bahwa kita terus-menerus bertaubat dan kita dan mengarahkan taubat kepada Allah Ta’ala. Benar, sesungguhnya Allaha adalah Maha Pengampun. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an ul-Karim:



إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْماً عَظِيم


“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS An-Nisa [4] : 48)

Namun demikian, sebagai tambahan agar diterima dalam memohon ampunan, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang yang memohon ampunan. Diantara firman Allah Ta’ala yang secara menyeluruh meletakkan syarat-syarat dalam memperoleh ampunan dari dosa-dosa adalah sebuah ayat dalam surat Thaahaa:



وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِّمَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحاً ثُمَّ اهْتَدَى


“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar.” (QS Thaahaa [20] : 82)

Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun…” dan siapakah dia yang mendapatkan ampunan Allah Tabaraka wa Ta’ala? Dia adalah seseorang yang memenuhi persyaratan (yang telah ditetapkan) Allah.

Pertama, adalah seseorang yang bertaubat. Taubat adalah satu-satunya perbuatan yang dapat menyebabkan semua dosa-dosa diampuni. Telah diriwayatkan bahwa, “Taubat menghapus apa yang datang sebelumnya.” Ia menghapus dosa-dosa yang terdahulu. Allah mengampuni dosa orang-orang yang bertaubat meskipun sebanyak buih di lautan. Sebagaimana Allah berfirman:



قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعاً إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ


“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Az-Zumar [39] : 53)

“Janganlah kamu berputus asa…” disini berarti, ‘Bertaubatlah kepada Allah’, karena sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun.

Kedua, seseorang yang memenuhi persyaratan Allah dalam bertaubat adalah orang yang ‘…beriman…’, dia sungguh-sungguh beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-kitabn-Nya, dan Rasul-rasul-Nya. Singkatnya, dia beriman kepada seluruh rukun iman.

Syarat ketiga bagi seseorang yang memohon ampunan Allah adalah orang yang “…beramal saleh…”, ia melakukannya setelah bertaubat. Mencurahkan dirinya untuk beribadah, untuk shalat, berdzikir kepada Allah, takut kepada-Nya dan selalu mengingat akan Allah. Dengan menekuni amalan-amalan hati dan anggota badan ini, dia kembali kepada Allah.

Keempat, “…tetap di jalan yang benar…”. Dia tetap teguh di atasnya, tidak memutuskannya dan tidak berpaling darinya. Dia tetap di atasnya sampai ia meninggal. Barangsiapa yang melakukannya, Allah mengampuni dosa-dosanya dan menutupi kesalahan-kesalahannya. Dia adalah salah satu diantara orang-orang yang mendapatkan ampunan Allah Tabaraka wa Ta’ala.

_____________________________
1) Lafazh Bukhari: “…lebih dari tujuh puluh kali.” Dan lafazh dalam riwayat At-Tirmidzi: “Saya beristigfar kepada Allah seratus kali dalam sehari.” Sunan At-Tirmidzi no. 2597. (Matan dinukil dari Maktabah Syamilah v1.0 19/365 no. 5832)
2) Ash-Shahihah no. 556
3) Versi Inggris vol 4 no. 6522. Dalam hadits yang dinukil dari Maktabah Syamilah v1.0 13/301 no. 4936, tidak terdapat kata ‘wallahi’ (Demi Allah) (?):


وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَذَهَبَ اللَّهُ بِكُمْ وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُونَ فَيَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ فَيَغْفِرُ لَهُمْ

4) Al-Bukhari v. Inggris vol. 8 no. 419 dan Muslim no. 6476, matan dinukil dari Shahih Bukhari Maktabah Syamilah v1.0 9/261 no. 2531.

Sumber: "The Most Excellent Manner in Seeking Forgiveness" at www.islambasics.com

No comments:

Post a Comment