Monday, March 17, 2008

Manhaj Para Nabi dalam Tazkiyatun Nufus - 2

Manhaj Para Nabi dalam Tazkiyatun Nufus

------------------------------------------------------------
Ringkasan Transkrip Audio
Minhajul Anbiya fi Tazkiyaun Nufus
Oleh: Ustadz Mubarak Bamualim, Lc.
Sumber audio: www.assunnah.mine.nu
-----------------------------------------------------------


Makna Khutbatul Hajjah

Dalam memulai khutbahnya, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam senantiasa menyampaikan apa yang dikenal dengan Khutbatul Hajjah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahmatullahu alaihi, ketika menerangkan tentang khutbatul hajjah ini beliau mengatakan bahwa khutbatul hajjah adalah merupakan buhul / ikatan yang kokoh bagi keteraturan dalam Islam dan Iman. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan karena khotbah yang amat penting ini dan banyak dilalaikan oleh kaum Muslimin, Karena khotbah ini mencakup rambu-rambu manhaj Nabi alaihis salatu was salam dalam tiga hal penting, di dalam aqidah, di dalam pensucian jiwa, dan yang ketiga di dalam mengambil sumber Islam ini.

Jadi Khutbatul Hajjah ini mengandung tiga unsur yang sangat penting. Yang pertama berkaitan dengan aqidah, yang kedua berkaitan dengan tazkiyatun nufus, dan yang ketiga berkaitan dengan bagaimana metode kita di dalam mengambil agama ini dan di dalam memahami Islam.

Adapun potongan yang pertama: إنّ الْحَمْدَ ِللهِ Sesungguhnya segala puji hanya milik Allah نَحْمَدُهُ kami hanya memuji kepada-Nya وَنَسْتَعِينُهُ kami hanya memohon pertolongan kepada-Nya وَنَسْتَغْفِرُهُ dan memohon ampun kepada-Nya, وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا dan kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kamiوَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعمَالِنَا، keburukan amal-amal kami. مَنْ يَهْدِهِ الله فَلاَ مُضِلَّ لَهْ، Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada orang yang mampu untuk menyesatkannya. وَمَنْ يُضِلَلْ dan barangsiapa yang disesatkan oleh-Nya, فَلاَ هَادِيَ لَهْ maka tidak ada orang yang memberi petunjuk kepadanya.
Kemudian Nabi mengucapkan kalimat syahadah, yang mana pada kalimat syahadat ini dengan menggunakan dhamir tunggal ‘saya’ : وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهُ إِلاَ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهْ dan aku bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang sebenarnya kecuali Allah, Yang Satu, Yang Maha Esa, tiada seikutu bagi-Nya وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba dan rasul Allah. Ini adalah manhaj nabi di dalam aqidah.
Jadi kalimat-kalimat yang diucapkan Nabi alaihi shalatu was salam dalam khutbatul hajjah ini adalah tentang aqidah.
Di dalam ketiga ayat yang dibacakan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam pada khutbatul hajjah ini berkaitan erat dengan tazkiyatun nufus, bagaimana mensucikan diri, bagaimana mensucikan jiwa, yang mana untuk mensucikan jiwa seseorang itu terletak pada ketakwaannya kepada Allah azza wa jala. Maka Nabi saw pada ayat yang pertama beliau menyebutkan sebuah ayat yang menerangkan hak Allah subhanahu wata’ala yang mana merupakan tujuan utama dari ketakwaan itu adalah kepada Allah. Maka Nabi membacakan ayat ini: يَا أَيُّهَا الَذِيْنَ آَمَنُوا wahai orang-orang yang beriman اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَََاتِهِ bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa. Ini adalah tujuan dari ketakwaan itu, yaitu Allah subhanahu wata’ala. Karena yang paling patut untuk ditakuti adalah Allah azza wa jalla. Makanya ayat ini Nabi shallallahu alaihi wasallam ketika membacakan ayat ini, karena ayat ini menerangkan tentang ‘ghaayatut-taqwa’ -tujuan dari semua ketakwaan itu adalah Allah azza wa jalla

Kemudian pada ayat yang kedua, ketika Nabi r membacakan surah An-Nisa ayat pertama: رَبَّكمُ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا bertakwalah wahai sekalian manusia, bertakwalah kamu kepada Rabb kamu الَّذِيْ خَلَقَكُمyang telah menciptakan kamu مِنَ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ dari jiwa yang satu, dari diri yang satu yaitu Adam alaihis salam وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا dan dari Adam itu Dia menciptakan pasangannya, yaitu isterinya Hawa, وَبَثَّ مِنْهُمَا رِِجَالاً كَثِيراً وَنِساءً dan Dia menyebarkan dari keduanya –Adam dan Hawa- kaum laki-laki yang banyak dan kaum wanita. Nah disini, ayat ini menerangkan tentang pendorong untuk orang bertakwa. Tatkala dia menyadari bahwa dia diciptakan oleh Allah dengan tujuan untuk beribadah kepada Allah azza wa jalla, dan Allah mengatakan: “tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk mereka beribadah kepadaku” (QS Adz-Dzariyat : 56). Maka ini merupakan pembangkit seseorang untuk bertakwa kepada Allah azza wa jalla. Karena dia mengetahui bahwa tujuan dia diciptakan oleh Allah adalah untuk beribadah kepada Allah. Yang mana dengan beribadah kepada Allah berarti seseorang bertakwa kepada Allah azza wa jalla.

Kemudian ayat yang ketiga disini ayat yang dibacakan oleh Nabi saw yaitu surah Al-Ahzab ayat 70 dan 71 menerangkan tentang buah dari ketakwaan.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا wahai orang-orang yang beriman اتَّقُوا اللهَ bertakwalah kamu kepada Allah وقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً dan berkata jujurlah kalian, berkata benarlah kalian يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمالَكمْ niscaya Allah akan memperbaiki amal-amal perbuatan kalian ويَغْفِرْ لَكمْ ذُنوبَكُمْ dan akan mengampuni dosa-dosa kalian ومَن يُطِعِ اللهَ ورَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً dan barangsiapa yang takut kepada Allah dan Rasul-Nya berarti dia telah beruntung atau mencapai kemenangan dengan kemenangan yang besar.

Di dalam ayat ini, yang pertama, buah dari ketakwaan yang disebutkan dalam ayat ini yaitu al-qaulul sadiid وقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً ‘dan berucaplah dengan perkataan yang sadiid’. Dalam menafsirkan qaulun sadiid ini, para ulama menyebutkan artinya ‘at-tauhid’. Inilah al-qaulu sadiid – perkataan yang benar. Tatkala seseorang bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang sebenarnya kecuali Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana Allah telah memberikan persaksian dalam dirinya:

شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ وَالْمَلائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Al-Imran [3] : 18)

Ini merupakan al-qaulus-sadid. Bahwa buah dari ketakwaan adalah seseorang mengucapkan perkataan sadid. Tatkala dia bertauhid kepada Allah azza wa jalla yang mana tauhid merupakan kewajiban manusia kepada Allah subhanahu wata’ala.

Kemudian yang kedua, diantara buah ketakwaan adalah tazkiyah an-nafs – pensucian diri, karena orang yang bertakwa kepada Allah azza wa jalla dan dia bertauhid kepada-Nya, maka Allah akan memberikan balasan kepadanya, يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمالَكمْ Allah akan memperbaiki amal-amal perbuatan kalian. Orang yang jujur, orang yang benar, orang yang bertauhid, yang takut kepada Allah azza wa jalla, dia akan mendapat ganjaran berupa Allah memberikan taufik kepadanya untuk memperbaiki amal perbuatannya. Maka dia akan berbuat yang benar, berkata benar, mendengar yang benar, melihat yang benar, melangkah kepada yang benar, dan seterusnya. Kemudian ويَغْفِرْ لَكمْ ذُنوبَكُمْ dan Allah akan mengampuni dosanya. Ini sebagai buah daripada ketakwaan kepada Allah subhanahu wata’ala.

Kemudian pada ayat ini pula ada manhaj bagaimana cara menimba ilmu pada ayat yang ketiga ini, yaitu pada firman Allah subhanahu wata’ala: ومَن يُطِعِ اللهَ ورَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزا عَظِيمًا dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya berarti dia telah memperoleh kemenangan dengan kemenangan yang besar. Disini manhaj talaqqi – bagaimana seseorang mengambil ilmu – yaitu dia tidak melihat kepada selain Allah dan Rasul-Nya, dia mengambil dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi saw dengan tidak melihat kepada yang lainnya. Tidak mendahulukan perkataan manusia siapapun, mendahului perkataan Allah dan Nabi saw. Ini buah dari ketakwaan seseorang kepada Allah azza wa jalla.

Adapun yang berkaitan dengan manhaj talaqqi, menimba ilmu Islam dengan sebenarnya, dan bagaimana manhaj kita dalam menimba ilmu, kalau kita lihat pada khutbatul hajjah terdapat pada potongan kalimat-kalimat beliau yang ketiga. Tatkala Nabi saw bersabda: إن أحسن الكلام كلام الله sesungguhnya perkataan yang paling baik adalah kalam Allah وخير الهدا هدا مُحَمَّد صَلَّى اﷲُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad r. Ini menunjukkan bahwa sumber pengambilan ilmu yang benar adalah dari Kalamullah dan dari perkataan Rasulullah r, dan itu adalah sebaik-baik perkataan dan sebaik-baik petunjuk yang ada di muka bumi ini.

Kemudian وَشَرُ الأُمُوْرِِ مُحْدَثْاتُهَا dan sejelek-jeleknya urusan yaitu melakukan sesuatu yang baru di dalam agama ini. Oleh karena itu Ahlus Sunnah tidak mengambil aqidah mereka dari ahlul bid’ah, tidak mengambil aqidah mereka dari Asy-‘Ariyah, tidak mengambil aqidah mereka dari Maturidiyah, tidak mengambil aqidah mereka dari Syi’ah, Mu’tazilah dan seterusnya. Karena itu semuanya, di dalam masalah-masalah ini, mereka telah menyimpang dan Sunnah Nabishallallahu alaihi wasallam. Maka Ahlus Sunnah, orang-orang yang mengikuti manhaj Rasul shallallahu alaihi wasallam dan para sahabatnya, mereka menjadikan kalamullah sebagai ahsanal kalam –sebaik-baik perkataan, demikian pula mereka menjadikan petunjuk Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagai sebaik-baik petunjuk. Maka dari itu merupakan kewajiban bagi setiap Muslim untuk berpegang kepada Kalamullah dan menjadikan sumber aqidah mereka Kalamullah, dan Sunnah Nabi shallallahu alaihi wasallam. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Az-Zumar ayat yang ke 17 dan 18:

وَالَّذِينَ اجْتَنَبُوا الطَّاغُوتَ أَنْ يَعْبُدُوهَا وَأَنَابُوا إِلَى اللَّهِ لَهُمُ الْبُشْرَى فَبَشِّرْ عِبَادِي الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو الألْبَابِ

“Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.”

Dengan demikian, bahwasanya perkataan yang terbaik adalah Kalamullah. Maka Allah memberikan berita gembira kepada orang-orang yang berpegang kepada Al-Qur’anul Karim, kemudian kepada Sunnah Nabi shallallahu alaihi wasallam, yang mana Sunnah Nabi adalah bagian dari wahyu -yang diwahyukan oleh Allah kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, karena Nabi tidak mengucapkan kecuali apa yang diwahyukan oleh Allah azza wa jalla kepada beliau.

Maka barangsiapa yang berpegang teguh kepada Kalamullah dan kalam Rasul-Nya shallallahu alaihi wasallam, berarti dia telah diberi petunjuk oleh Allah kepada jalan yang lurus. Kepada jalan yang benar, yang mana mengikutinya merupakan jalan yang terbaik dan bid’ah adalah jalan yang jelek dalam kehidupan ini.

Kemudian penulis, Syaikh Salim bin Id Al-Hilali, menyebutkan – setelah menenrangkan khutbatul hajjah yang terdiri dari tiga unsur utama yang terdapat di dalamnya, beliau kemudian mengupas secara panjang lebar tentang poin yang kedua, yaitu tazkiyatun nufus. Yaitu tiga ayat yang disebutkan dalam khutbatul hajjah yang berkaitan dengan tazkiyaun nufus.

Hal ini akan dibahas secara panjang lebar dengan alasan sebagai berikut:
1. Karena manhaj Nabi shallallahu alaihi wasallam saw di dalam mensucikan jiwa manusia adalah manhaj seluruh rasul-rasul Allah subhanahu wata’ala. Maka harus dibicarakan, agar umat mengetahui tentang manhaj Nabi di dalam mensucikan jiwa mereka, sehingga tidak perlu mencari manhaj-manhaj lain dalam mensucikan jiwa, manhaj-manhaj tariqoh ini dan tariqoh itu yang terkesan mensucikan jiwa, namun pada hakekatnya mengotori jiwa-jiwa manusia. Jadi hakekatnya mensucikan jiwa manusia itu yang diajarkan oleh Muhammad bin Abdillah shallallahu alaihi wasallam.
2. Bahwasanya tazkiyatun nufus, mensucikan jiwa, adalah salah satu diantara tonggak, salah satu diantara rukun bagi diutusnya Nabiyullah Muhammad bin Abdillah shallallahu alaihi wasallam. Jadi tazkiyatun nufus, pensucian jiwa, pensucian hati, ini merupakan salah satu rukun diantara rukun-rukun yang sangat penting tatkala Allah mengutus Nabi shallallahu alaihi wasallam. Baik dalam perkataan, baik dalam perbuatan maupun dalam dakwah.
3. Pembahasan tentang tazkiyatun nufus ini adalah salah satu diantara fondasi/dasar untuk kita bertolak menuju kepada kehidupan Islami yang baru. Karena melihat kondisi umat yang demikian parahnya, penyakit-penyakit yang menimpa umat ini demikian parahnya, maka kita untuk memulai kehidupan yang Islami sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, maka kita memulai dari bagaimana mensucikan jiwa.

Inilah diantara alasan-alasan yang dikemukakan beliau (Syaikh Salim –ed), tatkala memilih untuk mengkaji tentang tazkiyatun nufus.

Kemudian, mengapa kita harus memilih manhaj Rasul di dalam tazkiyatun nufus, mengapa kita memakai manhaj Nabi shallallahu alaihi wasallam. Hal ini disebabkan karena tatkala kita melihat keadaan kaum Muslimin di zaman ini dengan perbedaan dan perpecahan yang ada pada mereka, maka timbullah manhaj-manhaj, cara-cara masing-masing kelompok di dalam pensucian diri, yang mana cara-cara itu mereka ada-adakan, tidak pernah diturunkan oleh Allah azza wa jalla, dan tidak pernah diajarkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam. Maka merupakan suatu hal yang sangat mendorong penulis untuk menyampaikan dan memilih manhaj Nabi shallallahu alaihi wasallam di dalam tazkiyatun nufus, agar kaum Muslimin mengetahui dan mengamalkan dan mengambil cara Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

...bersambung insya Allah

2 comments:

  1. أَحَبَّكَ الَّذِيْ أَحْبَبْتَنِي لَهُ

    “Semoga Allah mencintaimu yang cinta kepadaku karena-Nya.”

    Saat ini saya di Kendari. Syukran sudah berkenan mampir, barakallahu fik

    ReplyDelete