Aku Ingin Bertaubat, Tetapi... (6)
Oleh: Syaikh Muhammad Saleh al-Munajjid
Taubatnya Orang yang telah Membunuh Seratus Orang
Abu Said Sa’ad bin Malik Bin Sinan Al-Khudri radhiallahu anhu meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam berkata: “Di antara umat sebelum kamu sekalian terdapat seorang lelaki yang telah membunuh sembilan puluh sembilan orang. Lalu dia bertanya tentang penduduk bumi yang paling berilmu, kemudian dia ditunjukkan kepada seorang pendeta. Dia pun mendatangi pendeta tersebut dan mengatakan, bahwa dia telah membunuh sembilan puluh sembilan orang, apakah taubatnya akan diterima? Pendeta itu menjawab: Tidak! Lalu dibunuhnyalah pendeta itu sehingga melengkapi seratus pembunuhan. Kemudian dia bertanya lagi tentang penduduk bumi yang paling berilmu lalu ditunjukkan kepada seorang alim yang segera dikatakan kepadanya bahwa ia telah membunuh seratus jiwa, apakah taubatnya akan diterima?
Orang alim itu menjawab: Ya, dan siapakah yang dapat menghalangi taubat seseorang! Pergilah ke negeri begini dan begini karena di sana terdapat kaum yang selalu beribadah kepada Allah lalu sembahlah Allah bersama mereka dan jangan kembali ke negerimu karena negerimu itu negeri yang penuh dengan kejahatan! Orang itu pun lalu berangkat, sampai ketika ia telah mencapai setengah perjalanan datanglah maut menjemputnya. Berselisihlah malaikat rahmat dan malaikat azab mengenainya. Malaikat rahmat berkata: Dia datang dalam keadaan bertaubat dan menghadap sepenuh hati kepada Allah. Malaikat azab berkata: Dia belum pernah melakukan satu perbuatan baik pun. Lalu datanglah seorang malaikat yang menjelma sebagai manusia menghampiri mereka yang segera mereka angkat sebagai penengah. Ia berkata: Ukurlah jarak antara dua negeri itu, ke negeri mana ia lebih dekat, maka ia menjadi miliknya. Lalu mereka pun mengukurnya dan mendapatkan orang itu lebih dekat ke negeri yang akan dituju sehingga diambillah ia oleh malaikat rahmat.” (Mutafaq alaih). Dalam riwayat lain dalam Ash-Shahih disebutkan bahwa: “Negeri (yang dituju) tersebut sejengkal lebih dekat, sehingga dia dianggap sebagai bagian penduduknya.” Menurut riwayat lain yang shahih bahwa Allah memerintahkan kepada negeri yang ini – negeri yang buruk – untuk menjauh dan negeri yang ini – negeri tempat orang-orang shalih – mendekat, kemudian berkata: “Ukurlah jarak antara keduanya.” Dan mereka (kedua malaikat itu) mendapati laki-laki itu sejengkal lebih dekat (ke negeri orang-orang saleh), maka dia diampuni.”
Apa yang dapat menghalangi seseorang dengan taubat? Apakah engkau beranggapan bahwa dosa-dosamu lebih besar dari dosa laki-laki ini, yang Allah terima taubatnya? Perkaranya bahkan lebih besar dari ini. Renungkanlah firman Allah:
وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهاً آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَاماً يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَاناً إِلَّا مَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلاً صَالِحاً فَأُوْلَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً
“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Furqan [25] : 68-70)
Berhentilah dan renungkan ayat ini: “….maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan.” (Al-Furqan [25] : 70). Ini menjelaskan kepada engkau keagungan dan kemurahan Allah yang tak terbatas. Para ulama Mendefinisikan penggantian ini dalam dua jenis:
Merubah karakter buruk menjadi karakter yang baik, syirik digantikan dengan iman yang benar, perzinahan pada kesucian, kebohongan pada kebenaran, dari khianat menjadi terpercaya.
Mengganti amal buruk yang telah dilakukan seseorang menjadi amal baik pada Hari Kebangkitan. Renungkanlah kalimat ini: “….maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan.” Tidak berarti bahwa satu keburukan diganti dengan satu kebajikan (dengan berat yang sama). Bisa kurang, sama, atau lebih dalam jumlah maupun beratnya. Hal itu tergantung dari keikhlasan orang yang bertaubat. Bisakah engkau membayangkan kemurahan yang lebih besar daripada ini? Lihatlah bagaimana kemurahan yang telah ditetapkan dijelaskan lebih lanjut dalam hadits berikut:
Abdur Rahman bin Jubair meriwayatkan dari Abu Tawil Syathab Al-Mamdud bahwa dia datang kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam (riwayat lain menyebutkan bahwa seorang laki-laki tua yang alisnya menutupi kedua matanya) datang dan berdiri di hadapan Nabi shallallahu alaihi wasallam dengan bertumpu pada tongkatnya dan berkata: “Bagaimana menurutmu seseorang yang telah melakukan berbagai macam dosa, dan tidak meninggalkan satu dosa pun yang besar atau yang kecil (dalam riwayat yang lain: jika dosanya dibagikan kepada seluruh manusia dia muka bumi, maka akan menghancurkan mereka). Dapatkan orang semacam itu diampuni?” Nabi shallallahu alaihi wasallam bertanya: “Apakah engkau seorang Muslim?” Dia berkata, “Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan engkau adalah utusan Allah.” Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Lakukanlah amal-amal kebajikan dan menjauhlah dari amal-amal buruk dan Allah akan menggantikan menjadi amal kebaikan untukmu.” Dia bertanya, “Bagaimana dengan pelanggaran dan kemaksiatan yang aku lakukan?” Nabi shallallahu alaihi wasallam berkata, “Ya, itu juga.” Laki-laki itu berkata, “Allahu Akbar!” dan terus mengagungkan kebesaran Allah sampai dia hilang dari pandangan.
(Al-Haitsami berkata: hadits serupa diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dan Al-Bazzar. Perawi dalam sanad Al-Bazzar adalah perawi shahih kecuali dari Muhammad bin Harun Abi Nashitah, yang disebut tsiqah. Al-Majma’ 1/36. Al-Mundziri berkata dalam At-Targhib, isnadnya jayyid qawiy, 4/113. Ibnu Hajar berkata dalam Al-Isaabah 4/149) sesuai dengan syarat shahih).
Pada titik ini, seseorang yang bertaubat mungkin bertanya, “Ketika aku tersesat dan bahkan meninggalkan shalat yang berarti bahwa aku berada di luar batas Islam, aku melakukan amal kebajikan. Apakah amal kebajikan itu akan mendapat pahala setelah aku bertaubat, ataukah hilang (seperti) diterbangkan angin?”
Jawaban dari pertanyaan ini dapat ditemukan dalam hadits berikut. Urwah Ibnu Az-Zubair meriwayatakan bahwa Hakim Ibnu Hizam memberitahukan kepadanya bahwa dia berkata kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: “Ya Rasulullah, apakah menurutmu aku akan mendapatkan balasan atas amal seperti memberi sedekah, membebaskan budak dan menyambung tali silaturahmi yang aku lakukan pada masa jahiliyah?” Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: “Engkau menjadi Muslim karena amal kebajikan yang engkau lakukan.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari).
Dosa-dosa ini akan diampuni, amal-amal keburukan ini akan digantikan dengan amal-amal kebajikan dan amal kebajikan yang dilakukan selama masa jahiliyah akan tetap diperhitungkan setelah engkau bertaubat. Apa lagi yang lebih diinginkan seseorang?
...bersambuung Insya Allah.
Artikel ini diterjemahkan secara bebas dari artikel berbahasa Inggris ‘I Want to Repent, But…’ karya Syaikh Muhammad Saleh al-Munajjid yang dapat anda temukan di situs Islam House. Jika ada tanggapan atau koreksi terhadap artikel ini dipersilahkan untuk menghubungi kami |
No comments:
Post a Comment