Sunday, March 23, 2008

Manhaj Para Nabi dalam Tazkiyatun Nufus - 4



Manhaj Para Nabi dalam Tazkiyatun Nufus

-----------------------------------------------------
Ringkasan Transkrip Audio
Minhajul Anbiya fi Tazkiyaun Nufus
Oleh: Ustadz Mubarak Bamualim, Lc.
Sumber audio: www.assunnah.mine.nu
------------------------------------------------------


Kita ketahui bahwasanya takwa kepada Allah adalah tazkiyatun nufus. Karena orang yang tidak takwa kepada Allah Azza wa Jalla sulit untuk bersih jiwanya, sulit untuk bersih hatinya. Orang-orang yang bisa bersih hatinya, jwanya, adalah orang-orang yang bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla. Maka Syaikh Salim bin Ied Al-Hilali berkata bahwa ‘Persamaan antara Takwallah dengan tazkiyatun nufus ibarat sejengkal sama dengan sejengkal yang lain, sehasta sama dengan sehasta yang lain.’

Allah berfirman:

وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا

“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya,” (QS Asy-Syams {91] :7-8)

Kemudian Allah berfirman:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS Asy-Syam {91] : 9-10)


Maka setiap amal ketaatan kepada Allah azza wa jalla yang dilakukan seseorang berarti dia telah mensucikan jiwanya.

Contohnya firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-A’la: قَد أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى sungguh telah beruntung ornag-orang yang mensucikan diri mereka… lalu dia mengingat nama tuhannya, nama rabbnya lalu kemudian dia melakukan shalat. Apalagi sebuah hadits yang disebutkan tadi:

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ

“Shalat yang lima (waktu), shalat dari Jum’at ke Jum’at, puasa dari Ramadhan ke Ramadhan merupakan penebus dosa-dosa yang berada diantaranya, selama menjauhi dosa-dosa besar.” (HR Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, Maktabah Syamila v1.0 2/23 no. 344)


Ini menunjukkan bahwa amalan-amalan kebaikan, amalan-amalan ketaatan yang diperintahkan Allah Azza wa Jalla dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, ini adalah sebagai sarana mensucikan jiwa seseorang yang dengannya dia mendapatkan keuntungan. Demikian sebaliknya bahwa وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا فَأَلْهَمَهَا فُجُوْرَهَا وَتَقْوَاهَا dan telah merugilah orang-orang yang telah mengotori jiwanya. Mengotori dengan kemaksiatan, baik maksiat hati, maksiat pandangan, maksiat pendengaran. Semua kemaksiatan-kemaksiatan itu akan mengotori jiwa seseorang. Sulit untuk bersih selama orang itu bermaksiat. Nah disini firman Allah Allah memberikan pada diri seseorang itu dua kemampuan, untuk ketakwaan dan kemaksiatan. Kemudian Allah menyebutkan قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَاْ Setelah mengilhami manusia dengan ketakwaan dan kefasikan, kemudian Allah menyebutkan beruntunglah orang-orang yang mensucikannya yaitu bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla dan merugilah orang-orang yang mengotori dirinya, yaitu orang-orang yang berbuat kefasikan, berubat kemaksiatan. Jadi sangat erat hubungannya antara ketakwaan dengan tazkiyatun nufus.

Di dalam surat yang lain, surat An-Najm ayat 32 Allah berfirman: فَلا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ “maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci” – maka janganlah kalian mensucikan diri kalian, artinya kalian mengatakan bahwa kami ini orangorang shalih, jangan! Kemudian apa kata Allah: هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى “karena Dialah yang lebih mengetahui tentang orang yang bertakwa”. Setelah Allah melarang – janganlah kalian mensucikan diri kalian, kalian mengatakan kalian paling shalih, kalian paling taat, jangan, karena Dialah yang paling mengetahui tentang siapa yang bertakwa.

Kemudian juga di dalam surat Al-Lail Allah berfirman:


وَسَيُجَنَّبُهَا الأتْقَى الَّذِي يُؤْتِي مَالَهُ يَتَزَكَّى

“Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya,” (QS Al-Lail : 17-18)

Neraka akan dijauhkan dari orang yang bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla. Siapa orang yang bertakwa itu? Yaitu orang yang mengeluarkan hartanya untuk mensucikan dirinya. Maka disini ada kata ‘atqa – berkaitan dengan takwa. Siapa yang bertakwa itu? Salah satu bentuk ketakwaan tatkala dia mengeluarkan sebagian dari hartanya untuk membersihkan dirinya. Jadi dengan demikian bahwa ayat-ayat ini membukitakan kepada kita tentang hubungan antara ketawaan dan tazkiyatun nufus. Bahwa takwa itu adalah tazkiyatun nufus, dan tazkiyatun nufus adalah ketakwaan.

Juga Nabi shallallahu alaihi wasallam berdoa: اللَّهُمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا ‘Ya Allah Berikanlah pada jiwa ini ketakwaannya, وَزَكِّهَا– dan sucikanlah dia. Yaitu dengan ketakwaan tadi. Setelah Allah memberikan ketakwaan, Allah mensucikan, ini permintaan beliau shallallahu alaihi wasallam. Karena kalau jiwa itu takwa kepada Allah - أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا – sesungguhnya engkau sebaik-baik yang mensucikannya. أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا –Engkau pemelihara dan pelindungnya.(HR Muslim dari Zaid bin Arqam, Maktabah Syamilah v1.0 13/251 no. 4899).

Pensucian jiwa manusia merupakan salah satu diantara rukun diutusnya Nabi shallallahu alaihi wasallam.

Hal ini disebutkan oleh Syaikh Salim bin Ied al-Hilali hafizahullahu ta’ala bahwasanya pensucian diri manusia dan pembersihannya dari sifat-sifat yang jelek, dari sifat-sifat yang buruk serta pemurniannya dari noda-noda yang mengotorinya, serta mengangkat jiwa itu kepada akhlak yang mulia dan akhlak yang shaleh ini diantara salah satu dari misi-misi yang disampaikan atau yang dengannya Allah mengutus Nabi alaihis shalatu wassalam. Dimana pada saat itu zaman tersebut telah kosong dari kenabian setelah diangkatnya Nabi Isa alaihis salam maka ada tenggang waktu dimana Allah tidak mengutus seorang rasul kurang lebih 500 tahun. Kemudian Allah mengutus Nabi alaihis shalatu was salam. Yang dengannya, atau dengan perantaraann Nabi ini Allah menurunkan kitab Al-Qur’an, dan melalui dengan beliau pula kita diajarkan sunnah Nabi alaihis shalatu was salam yang suci. Ayat-ayat Al-Qur’an sudah dibacakan pada awal pembukaan pembahasan kita pada hari ini. Diantara firman Allah tersebut adalah surat Al-Baqarah ayat 151:

كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ

“Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah (As Sunah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS Al-Baqarah [2] : 151)


Kemudian juga ada surat Al-Imran ayat 164 : -sungguh Allah telah memberikan anugerah, Allah telah memberikan nikmat kepada orang-orang Mukminin - tatkala Allah mengutus kepada mereka seorang rasul dari golongan manusia dengan bahsa mereka, - yang mana nabi itu atau rasul itu membacakan ayat-ayat-Nya – dan mensucikan jiwa-jiwa mereka – dan mengajarkan kepada mereka al-kitab dan al-hikmah – padahal mereka sebelumnya termasuk orang-orang berada dalam kesesatan yang nyata.

لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ

“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”

Jadi tujuan atau misi yang dibawa oleh Nab alaihis shalatu was salam adalah untuk mensucikan orang-orang beriman. Kalau kita melihat urutan ini, dimana Allah mengatakan pada dua ayat ini وَيُزَكِّيكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا dalam surat Al-Baqarah : 151, kemudian dalam surat Al-Imran وَيُزَكِّيكُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ .
Juga pada surat Al-Jumu’ah ayat 2: يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ Rasul membacakan kepada mereka ayat-ayat kami dan mensucikan jiwa-jiwa mereka.

Ini membuktikan bahwa Al-Qur’anul Karim adalah kitab yang benar-benar dapat membersikan jiwa seseorang apabila kitab itu dibaca, dibaca, direngungkan maknanya dan diamalkan. Karena pada ayat-ayat ini sebelum mereka disucikan jiwanya, Allah menyebutkan dia (Nabi shallallahu alaihi wasallam) membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membacakan kepada mereka Al-Qur’an, mengajarkan kepada mereka Al-Qur’an. Kemudian dengan Al-Qur’an itu ajaran tauhid, ajaran-ajaran keimanan dan seterusnya, itu membersihkan jiwa mereka.

Kemudian dalam surat Al-Jumu’ah ayat 2 Allah berfirman:

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الأمِّيِّينَ رَسُولا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ

“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,” (QS Al-Jumu’ah [62] : 2)

Demikian pula dakwah atau misi Nabi alaihis salatu was salam dalam mensucikan jiwa manusia, misi ini pun telah dibawa pula oleh seorang Nabi sebelumnya, yaitu Nabi Ibrahim alaihis shalatu was salam, yaitu tatkala dia berdoa kepada Allah Azza wa Jalla ::

وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur'an) dan Al-Hikmah (As-Sunah) serta menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Al-Baqara [2] : 127-129)

Disini menunjukkan bahwa wahyu Allah, Al-Qur’an dan Sunnah itulah yang dapat dan mampu mensucikan jiwa manusia, hati manusia, dan inilah ajaran Nabi Ibrahim aalaihis shalatu was salam, dia meminta kepada Allah, agar Allah mengutus seorang rasul yang mengajarkan kepada umatnya kitab Allah dan Sunnah Rasul, kemudian mensucikan jiwa-jiwa mereka. Maka dari itu wahai kaum Muslimin, sesungguhnya pensucian jiwa adalah salah satu diantara tuntunan millah Ibrahim, tuntunan agama Nabi Ibrahim alaihis salam. Dan ini adalah diantara wasiat Nabi Ibrahim untuk membangun ummat yang pasrah dan tunduk kepada Allah Azza wa Jalla. Maka kita harus menerima dan orang yang tidak senang kepada millah Ibrahim adalah orang yang bodoh dan tidak mengerti. Oleh karena itu Allah mengatakan dalam Al-Qur’anul Karim :

وَمَنْ يَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ إِبْرَاهِيمَ إِلا مَنْ سَفِهَ نَفْسَهُ وَلَقَدِ اصْطَفَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا وَإِنَّهُ فِي الآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ

“Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh.” (QS Al-Baqarah [2] : 130)

Kemudian selanjutnya Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ

“Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam".”

Kemudian wasiat ini disampaikan Nabi Ibrahim kepada anak-anaknya:

وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Yakub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam".”

Ini diantara dalil-dalil dari Al-Qur’anul Karim bahwasanya salah satu misi yang dibawa oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam ketika dia diutus oleh Allah Azza wa Jalla adalah mensucikan jiwa-jiwa manusia, mensucikan jiwa-jiwa orang-orang yang beriman kepada Allah Azza wa Jalla.

Adapun dalil-dalil dari Sunnah, diantaranya adalah sabda Nabi alaihis shalatu was salam yang berbicara tentang akhlak, yang merupakan bagian dari tazkiyatun nufus. Diantara sunnah-sunnah Nabi yang menerangkan tentang masalah ini, yaitu sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

انما بعثت لاتمم مكارم الاخلاق

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhak yang mulia.”(HR Al-Baihaqi, dalam Sunan Al-Kubra 10/129, dari Abu Hurairah dalam Maktabah Syamilah v1.0)


Dalam riwayat yang lain

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ

“Sesungguhnya aku ditutus untuk menyempurnakan akhlak yang shaleh.“ (HR Ahmad dalam Musnadnya dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, Maktabah Syamilah v1.0 18/137 no. 8595)

Hadits ini dihasankan oleh para ulama, diantaranya Syaikh Albani dan Syaikh Salim bin Ied Al-Hilali hafizahullahu ta’ala.

Di dalam hadits ini, ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhak yang mulia.” Dalam hadits ini merupakan keterangan dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bahwasanya salah satu kepentingan beliau tatkala diutus oleh Allah Azza wa Jalla yaitu untuk menanamkan qawaid, menanamkan tonggak-tonggak, fondasi akhlak yang mulia, dan menyempurnakan agar menjadi akhlak yang shaleh yang mulia dan akhlak yang terpuji. Disini kata Syaikh Salim bin Ied al-Hilali hafizahullahu ta’ala, bahwa hadits ini menunjukkan bahwasanya tazkiyatun nufus – mensucikan jiwa- memiliki peranan yang sangat penting di dalam membentuk sebuah masyarakat yang berada di bawah khilafah ar-rasyidah, yaitu masyarakat tyang berakhlak yang mulia di atas manhaj Nabi alaihis shalatu was salam. Bahwa akhlak yang mulia merupakan bagian daripada kehidupan Islam dan tidak bisa dipisahkan. Tidakkah kita melihat bagaimana akhlaf shalafus shaleh ridwanallahu ajma’in, bagaimana akhlak mereka dalam masyarakat yang dibentuk oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam. Maka dari itu apabila ada orang yang memisahkan antara akhlak dengan manhaj, antara akhlak dengan aqidah, ini adalah suatu kesalahan dan kekeliruan. Bahwa manhaj salaf tidak lepas dari akhlak yang mulia. Maka kita lihat, bagaimana akhlak para ulama, bagaimana mereka terhadap orang tua mereka, bagaimana mereka terhadap isteri-isteri mereka, bagaimana mereka terhadap keluarga mereka. Ini semua menunjukkan dengan akhlak yang mulia yang dimiliki oleh salafus shaleh ridhwanallahu ajma’in.


...bersambung insya Allah


No comments:

Post a Comment