Wednesday, December 12, 2007

Anggapan Keliru Sebagian Wanita tentang Pantangan-pantangan di Masa Haidh

Oleh: Abu Ihsan Al-Atsary

Sebagian wanita terhenti dari beberapa aktivitas ibadah dan ketaatan karena menganggap hal itu terlarang. Sehingga banyak sekali aktivitas ibadah yang terluput padahal sebenarnya boleh ia lakukan. Asumsi keliru seperti ini menyebabkan munculnya kemalasan dan keraguan mengerjakan ibadah karena takut termasuk ibadah yang dilarang selama masa haidh. Entah karena mengikuti tradisi atau disebabkan persangkaan akal semata atau karena keraguan dan kejahilan, banyak sekali pantangan-pantangan bagi wanita haidh yang dibuat-buat oleh sebagian orang, diantaranya:

1. Wanita haidh pantang bercengkerama atau tidur seranjang dengan suaminya.

Sebagian isteri menjauhi suaminya pada masa-masa haidh, sampai-sampai ia enggan didekati oleh suaminya bahkan ada yang meminta pisah ranjang. Ia menampik ajakan suaminya padahal maksud si suami bukalah untuk berhubungan intim, hanya sekedar bercengkerama saja. Tetapi si isteri menganggap hal itu tabu dilakukan pada masa haidh.

Sebenearnya yang dilarang oleh syari’at hanyalah berhubungan intim saja. Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلاَّ النِّكَاحَ

“Lakukanlah apa saja selain berhubungan intim.”

Dan apabila Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam hendak bercumbu dengan salah seorang isteri beliau yang sedang haidh maka beliau menutupinya dengan kain.1)

Tak sedikit sikap dingin dari seorang isteri yang sedang haidh terhadap suaminya menyebabkan kekesalan si suami. Dan kadang kala menimbulkan pertengkaran antara keduanya dan bisa menyebabkan keretakan dalam rumah tangga,

2. Wanita haidh pantang baca Al-Qur’an

Sebagian wanita menghentikan sama sekali rutinitasnya membaca Al-Qur’an selama masa haidh. Padahal tidak ada sama sekali larangan membaca Al-Qur’an bagi wanita haidh. Masalah yang dipersoalkan hanyalah boleh tidaknya wanita haidh menyentuh Al-Qur’an. [1]

3. Wanita haidh pantang masuk masjid

Demikian pula sebagian wanita ada yang absen menghadiri majelis-majelis taklim di masjid dengan alasan sedang datang bulan atau haidh. Padahal menurut pendapat yang terkuat, tidak masalah wanita haidh berdiam diri di masjid, seperti yang akan kami jelaskan nanti.[2]

4. Wanita haidh pantang memotong kuku dan rambutnya

Sebagian orang beranggapan bahwa wanita haidh tidak boleh memotong kuku dan memotong rambutnya. Dengan keyakinan bahwa kuku dan rambut yang tidak turut disucikan dalam mandi haidh akan dimintai pertanggungjawaban di alam kubur. Demikian pula bila ada rambut yang gugur semasa haidh maka harus dikumpulkan dan dicuci ketika mandi haidh. Keyakinan seperti ini jelas batil dan sangat keliru. Syari’at tidak melarang wanita yang sedang haidh untuk memotong kuku dan rambutnya.

5. Wanita haidh pantang berhias

Masih ada sebagian wanita yang beranggapan bahwa selama masa haidh dilarang bersolek. Bahkan sebagian dari mereka jarang mandi selama masa haidh sehingga badan mereka menjadi kotor dan bau.

6. Wanita haidh pantang melangsungkan akad nikah

Ketahuilah -semoga Allah subhanahu wata’ala merahmatimu- bahwa sebagian orang mengira akad nikah tidak boleh dilakukan pada saat calon mempelai wanita sedang haidh. Mereka sangat keberatan dalam hal ini. Dan keberatan ini menghinggapi sebagian kaum wanita.

Sebenarnya keberatan semacam ini tidak perlu terjadi. Karena termasuk keberatan yang tidak pada tempatnya. Masa haidh bukanlah penghalang untuk melaksanakan akad nikah dan tidak ada sangkut paut dengan masalah akad nikah. Pada asalnya hal itu dibolehkan.

Sekarang telah terjadi kesamaran atas sebagian orang disebabkan keyakinannya bahwa mencampuri isteri dan mentalak isteri waktu haidh adalah dilarang, lalu hal itu merembet hukumnya kepada masalah akad nikah wanita haidh. Anggapan ini tidak benar! Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata:

“Akad nikah atas seorang wanita pada masa haidh adalah akad yang sah dan benar, hal ini tidaklah mengapa. Karena hukum asal dalam masalah akad adalah halal dan sah kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Sementara itu tidak ada dalil yang mengharamkan akad nikah pada masa haidh.

Jika demikian adanya maka akad tersebut dipandang sah dan tidak masalah. Di sini harus kita ketahui perbedaan antara akad nikah dan talak.”

Dan masih banyak pantangan yang tersebar di tengah masyarakat yang sebenarnya bukan merupakan pantangan. Maka dari itu seorang wanita wajib pemperdalam pengetahuannya tentang apa saja yang boleh dan tidak boleh dikerjakan selama masa haidh ini. Agar ia tidak terjebak dalam anggapan-anggapan keliru tersebut yang berakibat kerugian atas dirinya.

__________

[1] Akan dilanjutkan pada postingan berikutnya, insya Allah

[2] Telah dijelaskan dengan tulisan terdahulu

Sumber: Disalin kembali dari “Wanita Haidh tak Luput Pahala” oleh Abu Ihsan Al-Atsari, penerbit At-Tibyan.

No comments:

Post a Comment