Diriwayatkan bahwa Bilal radhiallahu anhu tidak pernah lagi mengumandangkan Adzan untuk siapapun setelah kematian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Suatu ketika dia berada dan Syam dan begitu pula Umar radhiallahu anhu sedang mengunjungi Syam.
Ketika itu waktu shalat telah tiba, orang-orang berkata pada Umar (radhiallahu anhu), "Alangkah baiknya jika engkau perintahkan Bilal untuk mengumandangkan adzan." Umar memerintahkan Bilal untuk mengumandangkan suaranya, maka tidak satu pun dari para sahabat yang pernah bersama Rasulullah (shallallahu alaihi wasallam) yang mendengarkan adzan Bilal pada masa Rasulullah hidup kecuali menangis hingga basah jenggotnya, dan Umar yang paling hebat tangisannya. Orang-orang yang tidak pernah berjumpa dengan Rasulullah - shallallahu alaihi wasallam - pun turut menangis disebabkan tangisan mereka, dan terkenang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Referensi: Al-Bidayah wan-Niahayah (edisi Indonesia) oleh Ibnu Katsir
Alhamdulillah,, sy jd semangat lagi untuk melakukan azan di mesjid..
ReplyDeletesmoga bisa mendapatkan keberkahan seperti bilal..
Bilal menangis karena teringat akan Rasulullah. Betapa ia kehilangan rasulullah yang sangat dicintai dan dihormati. Bukankah yang menunjukkan jalan ke Tuhan adalah Muhammad? Apalagi Muhammad pula yang memerdekakannya dari budak. Pastilah Rasulullah adalah orang yang sangat berarti dalam hidupnya. Bukankah hal yang paling membahagiakan dalam hidup seorang hamba bertaqwa adalah menjadi Hamba Tuhannya yang taat. Muhammad yang bijak memberikannya.
ReplyDeleteKecintaan para Sahabat kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memang sangat mendalam dan luar biasa. Mudah-mudahan kita bisa meneladani sikap mereka. Amin
ReplyDeleteMengenai pembebasan Bilal (radhiallahu anhu), beliau sedang disiksa di bawah terik matahari oleh tuannya Umaiyah bin Khalaf, kemudian Abu Bakar (radhiallahu anhu) lewat dan sangat prhatin melihatnya, lalu membelinya dari Umaiyah dan kemudian membebaskannya. (lihat sekilas kisahnya di Ar-Rahik Al-Makhtum oleh Syaikh al-Mubarakfuri.