Sunday, November 02, 2008

Manhaj Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam Ibadah - 4

Catatan dari Daurah Syariyyah Manhajiyah

Manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam ibadah
Oleh: Ustadz Mubarak Bamualim, Lc.
Sumber rekaman kajian: http://www.assunnah.mine.nu


Pada bagian terdahulu telah disebutkan bahwa manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam beribadah kepada Allah lillah dan billah. Pada bagian ini kita masuk pada pembahasan yang ketiga, yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah beribada fillah – fi syariatillah.


Manhaj yang ketiga: Al-Ibadah Fillah (di atas syariat Allah)

Pada dasarnya ibadah itu tidak dibolehkan kecuali ada perintah dan contoh dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, barulah mereka melaksanakan ibadah tersebut

Makna Ahlus Sunnah wal Jama’ah beribadah kepada Allah Azza wa Jalla dengan menetapi syariat Allah sesuai dengan ajaran Allah berarti bahwa mereka beribadah kepada Allah Azza wa Jalla, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Utsaimin rahimahullah:

Adapun mereka menyembah kepada Allah Azza wa Jalla fillahi, artinya fi diinillah, yaitu mereka berada diatas agama yang disyariatkan Allah Azza wa Jalla melalui lisan rasul-Nya Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Mereka tidak menambah di dalam ibadah itu dan tidak pula mereka menguranginya. Dan demikian mereka beribadah kepada Allah Azza Wa Jalla di atas agama Allah, diatas syariat Allah, mereka tidak keluar dari syariat itu, tidak dengan menambah atau dengan mengurangi. Oleh sebab itu maka ibadah ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah ibadah yang haq, yang bersih dan selamat dari kotoran-kotoran kesyirikan dan kotoran-kotoran bid’ah, karena barangsiapa yang tatkala beribadah bertujuan kepada selain Allah dalam ibadahnya, berarti dia telah menyekutukan Allah dengan sesuatu, dan barangsiapa yang beribadah kepada Allah bukan dengan syariat Allah berarti dia telah mengada-adakan di dalam agama Allah. Padahal Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus , dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS Al-Bayynah [98] : 5)

Maka ibadah mereka kepada Allah semata-mata karena Allah dan di atas syariat Allah mereka tidak pernah menganggap baik apa-apa yang dianggap baik oleh hawa nafsu mereka. Lalu kata beliau, “….bahwa mereka (dalam) beribadah mereka tidak mengada-adakan bid’ah dalam ibadah mereka, mereka tidak menganggap baik apa-apa yang dianggap baik oleh hawa nafsunya dan bukan oleh akalnya. Karena akal yang sehat tidak akan menganggap baik bila seseorang keluar dari syariat Allah.

Intinya bahwa apa yang dianggap baik menurut akal seseorang pada hakekatnya bukan akal yang menganggap baik, akan tetapi hawa nafsunya, karena akal yang sehat tidak akan menganggap baik jika seseorang keluar dari tuntunan Allah dan tuntunan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Karena menetapi syariat Allah merupakan tuntutan bagi akal yang sehat, akal yang benar. Oleh sebab itu Allah subhanahu ta’ala tatkala mencela orang-orang yang mendustakan para Rasul, berfirman: بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَbahkan kebanyakan mereka tidak menggunakan akalnya.

Seandainya kita beribadah kepada Allah dengan apa yang diinginkan oleh hawa nafsu kita, niscaya kita akan menjadi kelompok-kelompok, yang mana setiap kelompok akan menganggap baik apa yang diinginkannya. Oleh karena itu apabila umat ini telah terpecah dengan masing-masing kelompoknya dalam beribadah kepada Allah zza wa azza wa jalla, maka tentunya tidak mungkin terwujud dalam umat ini apa yang disifatkan oleh Allah dalam firman-Nya:

إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ

“Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.” (QS Al-Anbiya [21] : 92)

Realita bahwa umat terpecah-belah diantaranya karena bid’ah-bdi’ah dalam beribadah kepada Allah Azza wa Jalla.

Cobalah melihat orang-orang yang beribadah kepada Allah tetapi dengan bid’ah-bid’ah yang mereka ada-adakan, yang tidak pernah diizinkan oleh Allah Azza wa Jalla dan tidak pernah diturunkan bukti ibadah-ibadah itu, bagaimana mereka menjadi kelompok yang banyak. Satu kelompok diantara mereka mengkafirkan kelompok lain, satu kelompok memfasikkan kelompok lain, sementara mereka mengaku sebagai Mu’minun. Yang mana pada hakekatnya kadang-kadang orang tersebut belum keluar dari agama ini, tetapi karena berkelompok-kelompok terpecah belah dalam beribadah kepada Allah, maka terjadi hal tersebut.

Jadi dengan demikian kita mengetahui bahwasanya kita diperintahkan oleh Allah Azza wa Jalla untuk beribadah kepada-Nya sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Allah dan dicontohkan oleh Rasul-Nya shallallahu alaihi wasallam. Maka dari itu pada hakekatnya, salah satu konsekuensi seorang yang mengucapkan wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah yaitu ‘tidak menyembah kepada Allah kecuali apa yang disyariatkan oleh Muhammad shallallahu alaihi wasallam.’ Karena itu banyak hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang mencela perbuatan bid’ah, demikian pula beberapa ayat-ayat Al-Qur’an yang menegaskan bahwa bid’ah itu tidak dibenarkan, diantaranya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Surat Al-An’am ayat 153.

وَأَنَّ هَـذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيماً فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُواْ السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) , karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.”

Ini salah satu ayat yang melarang kita beribadah dengan bermacam-macam cara yang tidak pernah diturunkan bukti, dalil dari Allah dan tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Adapun tentang hadits-hadits yang dibawakan dalam masalah ini banyak sekali, diantaranya hadits Aisyah radhiallahu anha:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ

Barangsiapa yang membuat perkara baru dalam agama kami yang bukan darinya, maka ia tertolak.” (HR Bukhari).

Kemudian dari riwayat yang lain bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak terdapat padanya perkara kami, maka hal itu tertolak.” (HR Muslim)

Kemudian hadits yang kedua bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam apabila beliau berkhotbah senantiasa mengawalinya dengan mengatakan:

فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

“Sesungguhnya perkataan yang paling baik adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, dan seburuk-buruk perkara adalah yang baru (dibuat-buat dalam agama) dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR Muslim)

Nabi shallallahu alaihi wasallam senantiasa mengingatkan bahwa sebaik perkataan adalah kalam Allah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi shallallahu alaihi wasallam. Maka tidak ada pentunjuk yang lebih baik dari apa yang diajarkan dan dicontohkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam.

Kemudian hadits yang ketiga yaitu hadits Al-Irbad bin Sariyyah, dimana Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفاً كًثِيْراً. فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

"Saya memberi wasiat kepadamu agar tetap bertaqwa kepada Alloh yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia, tetap mendengar dan ta'at walaupun yang memerintahmu seorang hamba sahaya (budak). Sesungguhnya barangsiapa diantara kalian masih hidup niscaya bakal menyaksikan banyak perselisihan. karena itu berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang lurus (mendapat petunjuk) dan berpeganglah kamu dengan kepada sunnah-sunnah itu dengan kuat. Dan jauhilah olehmu hal-hal baru karena sesungguhnya semua bid'ah itu sesat." (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi)

Masih banyak hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam yang menggambarkan bahannya bid’ah dan perintah kepada kaum Mu’minin untuk berpegang teguh kepada sunnah Nabi shallallahu alaihi wasallam.

Ancaman bagi orang-orang yang melakukan bid’ah dalam agama, baik aqidah maupun ibadah, bahwasanya mereka adalah orang-orang yang tidak akan meminum dari telaga Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di hari kiamat kelak dan akan dipisahkan dengan Nabi shallallahu alaihi wasallam.

Ini salah satu ancaman terhadap pelaku bid’ah.

Dari apa yang disampaikan, kita mengambil beberapa pelajaran penting.
  1. Sepatutnya bahkan wajib kepada setiap hamba untuk tetap beriltizam –berpegang teguh – kepada apa-apa yang datang dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, baik berupa perkataan, perbuatan atau penetapan, Karena Nabi shallallahu alaihi wasallam adalah kudwah hasanah, kudwah shalihah bagi mereka yang mengharapkan Allah dan hari akhir.
  2. Diharamkan bagi seorang hamba untuk melaksanakan bid’ah dan mengikuti hawa nafsu, mengikuti ajaran-ajaran yang cenderung kepada hawa nafsu, karena dalil-dalil dari Al-Qur’an, Sunnah Rasul shallallahu alaihi wasallam dan perkataan para salafus shalih radhiallahu anhum telah banyak yang benar-benar menunjukkan celaan terhadap perbuatan bid’ah itu. Dan dalil-dalil itu juga memberi peringatan dari sikap mendekati kepada bid’ah-bid;ah yang tidak pernah diturunkan oleh Allah azza wa jalla bukti-buktinya.

No comments:

Post a Comment