(a reflective journal)
Bermula dari kenekatanku saat masih menempuh pendidikan di negeri seberang. Seringkali pada saat kita berada pada situasi dimana kita adalah minoritas dalam suatu kelompok, ada dua kemungkinan besar yang akan terjadi. Pertama kita akan dikejar keinginan kuat untuk menunjukkan identitas kita agar kelompok mayoritas itu mengetahui keberadaan dan menghargai kita sebagaimana adanya diri kita. Kedua kita akan mengikuti alur pemikiran kelompok mayoritas, kehilangan jati diri dan eksistensi kita lebur dalam kelompok mayoritas tersebut.
Segala puji hanya kepada Allah, ketika diperhadapkan pada situasi tersebut, hidayah lah yang membuat untuk tetap bertahan dengan prinsip, bahwa saya, dengan bangga menunjukkan inilah soerang wanita muslimah, yang dengan pengakuan tersebut terikat pada aturan-aturan yang membatasi ruang gerak sebagai seorang muslimah sebagai konsekuensinya.
Pengakuan ini tidak untuk pamer ataupun menunjukkan atau mengklaim diri sebagai sosok taat beribadah dan alim, sama sekali tidak! Hanya saja pada saat menghadapi pandangan yang salah kaprah dari pihak mayoritas (dunia Barat) terhadap kedudukan wanita dalam islam benar-benar memicu semangat untuk meluruskan pandangan itu, meskipun dengan ilmu yang sangat pas-pasan bahkan teramat sangat minim.
Seorang ukhty dari Yordan bersama beberapa teman lainnya menganjurkan saya untuk tidak mengambil topik Women in Islam dalam presentasi itu, karena mereka khawatir saya tidak bisa menjelaskannya dengan benar yang bahkan bisa membuat presepsi teman-teman eropa semakin sesat. Apalagi saya belum lagi terbiasa mengadakan presentasi. Dari dua kali pengalaman, semuanya masih banyak kekurangan dan disertai blank disana-sini. Namun melihat kegigihan saya, mereka akhirnya bersedia membantu mencarikan bahan, bertukar pikiran, diskusi disela-sela waktu lowong dan menjadi tempat latihan untuk presentasi.
Alhamdulillah, presentasi tersebut berjalan lancar dan mendapat sambutan yang sangat baik dari teman-teman non muslim. Bahkan meskipun alat bantu teknologi canggih yang digunakan ngadat di tengah-tengah presentasi, tidak mengurangi antusiasme mereka mengikutinya. Tidak ada kebanggaan yang lebih besar selain dengan lantang mengatakan kepada mereka inilah ajaran islam yang memuliakan wanita, bukannya merendahkan wanita seperti yang mereka yakini. Meskipun satu presentase kecil tidak akan merubah pandangan mereka yang telah mengkristal dalam waktu yang lama, setidaknya mereka bisa mendengarkan sedikit dari sisi islam, bahwa jauh sebelum mereka memulai gerakan penyadaran dan pembebasan terhadap wanita yang pada jaman yunani kuno bahkan diragukan kapabilitasnya sebagai mahluk yang tidak mempunyai hak bahkan atas dirinya sendiri, islam telah memuliakan wanita.
Dari peristiwa itu ada satu pelajaran penting yang saya dapatkan. Sebuah penyesalan karena selama ini tidak berupaya untuk mempelajari islam lebih jauh. Sebuah teguran bahkan tamparan keras untukku, sebagai seorang muslimah, selayaknya memahami ajaran agama islam tidak hanya pada permukaannya saja tapi jauh menyelami lebih dalam lagi. Jika saja mempunyai ilmu dan pemahaman yang luas, akan mudah memberi penjelasan dengan fasih atas pertanyaan mereka, bahwa bom bunuh diri yang marak dilakukan atas nama islam itu bukanlah ajaran islam. Bahwa peledakan stasiun kereta di Madrid itu bukan cara-cara yang diajarkan islam dalam menghadapi musuh-musuhnya. Bahwa islam tidak pernah mengungkung wanita dalam dinding-dinding rumahnya dan kemudian rumah suaminya dan kemudian kuburannya. Ada banyak penjelasan disertai dalil sebagai hujjah yang kuat jika saja saya memiliki ilmu untuk meluruskan presepsi teman-teman yang berpadangan sekuler.
Mungkin perasaan seperti yang saya alami juga pernah dirasakan oleh muslimah yang lain. Inilah kenyataan yang harus diakui. Terkadang kita terlalu sibuk untuk mengejar ilmu dunia, lupa pada ilmu akhirat yang justru lebih wajib dikejar. Sebut saja contoh mengenai kedudukan wanita dalam islam. Ada begitu banyak tulisan yang membela dan menjelaskan ajaran islam atas pelakuannya terhadap wanita, tetapi sebagian besar mereka berasal dari kaum laki-laki, yang sekali lagi oleh dunia Barat dianggap sebagai sekedar pembelaan kaum laki-laki islam untuk tetap mempertahankan dominasi mereka atas wanita.
Tentu saja akan sulit merubah paradigma Barat untuk mengikuti paradigma Islam, karena mereka memandang melulu dari sisi keduniaan, sedangkan islam memandang dari sisi kemuliaan akhirat, dan kehidupan dunia hanyalah proses singkat tempat mendulang amal kebajikan sebagai bekal ke akhirat. Namun tak bisa dipungkiri kebutuhan untuk meluruskan kesalahpahaman cara pandang mereka terhadap ajaran islam yang sesungguhnya semakin besar dengan semakin terhapusnya sekat-sekat kenegaran, kebudayaan, dan informasi, yang membuat bercampurbaurnya manusia dari segala jenis dan keyakinan hampir tanpa batas. Tidak ada kata lakum diinukum waliyadin sebelum dakwah ditegakkan, karena setiap muslim dikenai kewajiban untuk berdakwah meskipun satu kalimat saja.
Bermula dari kenekatanku saat masih menempuh pendidikan di negeri seberang. Seringkali pada saat kita berada pada situasi dimana kita adalah minoritas dalam suatu kelompok, ada dua kemungkinan besar yang akan terjadi. Pertama kita akan dikejar keinginan kuat untuk menunjukkan identitas kita agar kelompok mayoritas itu mengetahui keberadaan dan menghargai kita sebagaimana adanya diri kita. Kedua kita akan mengikuti alur pemikiran kelompok mayoritas, kehilangan jati diri dan eksistensi kita lebur dalam kelompok mayoritas tersebut.
Segala puji hanya kepada Allah, ketika diperhadapkan pada situasi tersebut, hidayah lah yang membuat untuk tetap bertahan dengan prinsip, bahwa saya, dengan bangga menunjukkan inilah soerang wanita muslimah, yang dengan pengakuan tersebut terikat pada aturan-aturan yang membatasi ruang gerak sebagai seorang muslimah sebagai konsekuensinya.
Pengakuan ini tidak untuk pamer ataupun menunjukkan atau mengklaim diri sebagai sosok taat beribadah dan alim, sama sekali tidak! Hanya saja pada saat menghadapi pandangan yang salah kaprah dari pihak mayoritas (dunia Barat) terhadap kedudukan wanita dalam islam benar-benar memicu semangat untuk meluruskan pandangan itu, meskipun dengan ilmu yang sangat pas-pasan bahkan teramat sangat minim.
Seorang ukhty dari Yordan bersama beberapa teman lainnya menganjurkan saya untuk tidak mengambil topik Women in Islam dalam presentasi itu, karena mereka khawatir saya tidak bisa menjelaskannya dengan benar yang bahkan bisa membuat presepsi teman-teman eropa semakin sesat. Apalagi saya belum lagi terbiasa mengadakan presentasi. Dari dua kali pengalaman, semuanya masih banyak kekurangan dan disertai blank disana-sini. Namun melihat kegigihan saya, mereka akhirnya bersedia membantu mencarikan bahan, bertukar pikiran, diskusi disela-sela waktu lowong dan menjadi tempat latihan untuk presentasi.
Alhamdulillah, presentasi tersebut berjalan lancar dan mendapat sambutan yang sangat baik dari teman-teman non muslim. Bahkan meskipun alat bantu teknologi canggih yang digunakan ngadat di tengah-tengah presentasi, tidak mengurangi antusiasme mereka mengikutinya. Tidak ada kebanggaan yang lebih besar selain dengan lantang mengatakan kepada mereka inilah ajaran islam yang memuliakan wanita, bukannya merendahkan wanita seperti yang mereka yakini. Meskipun satu presentase kecil tidak akan merubah pandangan mereka yang telah mengkristal dalam waktu yang lama, setidaknya mereka bisa mendengarkan sedikit dari sisi islam, bahwa jauh sebelum mereka memulai gerakan penyadaran dan pembebasan terhadap wanita yang pada jaman yunani kuno bahkan diragukan kapabilitasnya sebagai mahluk yang tidak mempunyai hak bahkan atas dirinya sendiri, islam telah memuliakan wanita.
Dari peristiwa itu ada satu pelajaran penting yang saya dapatkan. Sebuah penyesalan karena selama ini tidak berupaya untuk mempelajari islam lebih jauh. Sebuah teguran bahkan tamparan keras untukku, sebagai seorang muslimah, selayaknya memahami ajaran agama islam tidak hanya pada permukaannya saja tapi jauh menyelami lebih dalam lagi. Jika saja mempunyai ilmu dan pemahaman yang luas, akan mudah memberi penjelasan dengan fasih atas pertanyaan mereka, bahwa bom bunuh diri yang marak dilakukan atas nama islam itu bukanlah ajaran islam. Bahwa peledakan stasiun kereta di Madrid itu bukan cara-cara yang diajarkan islam dalam menghadapi musuh-musuhnya. Bahwa islam tidak pernah mengungkung wanita dalam dinding-dinding rumahnya dan kemudian rumah suaminya dan kemudian kuburannya. Ada banyak penjelasan disertai dalil sebagai hujjah yang kuat jika saja saya memiliki ilmu untuk meluruskan presepsi teman-teman yang berpadangan sekuler.
Mungkin perasaan seperti yang saya alami juga pernah dirasakan oleh muslimah yang lain. Inilah kenyataan yang harus diakui. Terkadang kita terlalu sibuk untuk mengejar ilmu dunia, lupa pada ilmu akhirat yang justru lebih wajib dikejar. Sebut saja contoh mengenai kedudukan wanita dalam islam. Ada begitu banyak tulisan yang membela dan menjelaskan ajaran islam atas pelakuannya terhadap wanita, tetapi sebagian besar mereka berasal dari kaum laki-laki, yang sekali lagi oleh dunia Barat dianggap sebagai sekedar pembelaan kaum laki-laki islam untuk tetap mempertahankan dominasi mereka atas wanita.
Tentu saja akan sulit merubah paradigma Barat untuk mengikuti paradigma Islam, karena mereka memandang melulu dari sisi keduniaan, sedangkan islam memandang dari sisi kemuliaan akhirat, dan kehidupan dunia hanyalah proses singkat tempat mendulang amal kebajikan sebagai bekal ke akhirat. Namun tak bisa dipungkiri kebutuhan untuk meluruskan kesalahpahaman cara pandang mereka terhadap ajaran islam yang sesungguhnya semakin besar dengan semakin terhapusnya sekat-sekat kenegaran, kebudayaan, dan informasi, yang membuat bercampurbaurnya manusia dari segala jenis dan keyakinan hampir tanpa batas. Tidak ada kata lakum diinukum waliyadin sebelum dakwah ditegakkan, karena setiap muslim dikenai kewajiban untuk berdakwah meskipun satu kalimat saja.
No comments:
Post a Comment