Tuesday, January 01, 2013

Meneladani 'Asma binti Yazid Radhiallahu Anha

Khasanah Islam yang ditinggalkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam beserta para sahabatnya tidak akan pernah kering dari pelajaran yang dapat bermanfaat bagi kita yang hidup jauh setelahnya. Banyak di antara manusia saat ini, bahkan dari kaum muslimin sendiri, yang meremehkan pandangan terhadap kedudukan wanita dalam Islam. Jika saja mereka mau menoleh ke belakang, mempelajari sirah nabawiyah dan sirah para sahabat, mereka akan tahu, bahwa apa yang telah dicapai oleh kaum wanita di zaman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sungguh tidak dapat diraih oleh wanita di zaman moderen sekarang ini.
Adalah ‘Asma binti Yazid al-Anshariyyah – radhiallahu anha – juru bicara para wanita di zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam. Dahulu, bila kaum wanita memiliki pertanyaan dan malu untuk menanyakannya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, mereka akan mengutus ‘Asma binti Yazid rahdiallahu anhu sebagai juru bicara mereka. Perhatikan apa yang dikatakannya:
“Aku adalah utusan para wanita Muslimah di belakangku. Mereka seluruhnya mengatakan sebagaimana kata-kataku dan berpendapat sebagaimana pendapatku."
Dia melanjutkan, "Sesungguhnya Allah mengutusmu kepada pria dan wanita. Kami beriman kepada engkau dan mengikuti engkau. Kami terbatas dengan urusan rumah tangga, menjadi tempat pemuas nafsu kaum pria, mengandung anak-anak. Adapun kaum pria dilebihkan dengan shalat Jumat, mengantar jenazah, dan ikut berjihad. Jika mereka keluar untuk berjihad, maka kami menjaga harta mereka dan kami mendidik anak-anak mereka. Apakah kami mendapatkan pahala yang sama dengan pahala mereka, wahai Rasulullah?”
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menolehkan wajahnya kepada para sahabat dan bersabda, “Apakah kalian pernah mendengarkan kata-kata seorang wanita yang bertanya tentang perkara agama yang lebih baik daripada pertanyaan ini?”
Mereka menjawab, “Wahai Rasulullah, kami tidak menyangka bahwa wanita mendapat petunjuk ke arah itu.”
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun mengalihkan wajahnya kepada wanita itu dan bersabda, “Kembalilah wahai Asma’, dan jelaskan kepada siapa pun di belakangmu bahwa jika seorang dari kalian dapat mengurus suami dengan sebaik mungkin, dan ia mencari keridhaan suaminya, menaatinya demi mendapat kesepakatannya, semua yang disebutkan itu sama pahalanya dengan kebaikan yang sama yang dikerjakan kaum pria.”
Asma’ pun kemudian pulang dengan menyerukan takbir dan tahlil sebagai tanda ‎kegembiraannya menyambut perkataan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Bandingkan apa yang menjadi keresahan Asma dan para wanita sahabiyat radhiallahu anhum dengan kondisi wanita muslimah zaman sekarang ini. Yang mereka inignkan adalah keutamaan yang sama yang dimiliki oleh kaum laki-laki di mata Allah subhanahu wa ta’ala, yang mereka inginkan adalah kesamaan pahala sebagaimana yang diperoleh kaum pria. Lalu apa yang diinginkan wanita muslimah zaman sekarang?
Apa yang menjadi tuntutan sebagian besar kita saat ini? Apakah masalah agama? Berapa banyak di antara – kaum wanita masa kini dengan pendidikan tinggi dan karir yang gemilang - bertanya tentang urusan agama, perduli tentang halal dan haram, syar’i atau tidak syar’i? Sebagian besar tuntutan wanita – termasuk wanita muslimah zaman sekarang - adalah kedudukan yang setara dengan laki-laki, kesetaraan gender, emansipasi dalam segala bidang. Yang menjadi tuntutan sebagian kita adalah kebebasan, kebebasan untuk mengenakan pakaian dengan model yang disukai meski itu berarti membuka aurat, kebebasan untuk memilih jalan hidup sesuai dengan yang diinginkannya, kebebasan menuangkan pendapat meski bertentangan dengan nilai-nilai syar’i.
Wanita di zaman kita dengan Wanita Islam sebagaimana yang dicontohkan oleh generasi terdahulu yang sungguh sangat berbeda. Tatkala mereka menuntut kebaikan pahala akhirat, kita menuntut kesenangan dunia, ketika mereka berjuang untuk menegakkan agama Allah, kita berjuang untuk meraih puncak karier, ketenaran, kedudukan sosial. Lalu di mana kebaikan orang-orang yang memperjuangkan kebebasan wanita dibandingkan dengan kemuliaan para wanita teladan di zaman Rasulullah yang bahkan rela mengorbankan jiwanya demi tegaknya kalimat Laa ilaaha illa Allah?
Dapatkah kita setegar Sumayyah – radhiallahu anha – yang tetap teguh mengucapkan kalimat tauhid Laa ilaaha illa Allah sampai detik terakhir hidupnya sebelum tombak yang ditancapkan Abu Jahal menembus kemaluannya, merenggut nyawanya, menjadikannya syuhada yang pertama di dalam Islam?
Bisakah kita setangguh Ummu Imarah bint Ka’ab yang menjadikan dirinya tameng bagi Rasulullah di saat-saat kritis pada perang Uhud? Bahkan kaum feminis di luar sana yang sibuk mengajak pada kebebasan kaum wanita tidak akan bisa mencapai setengah dari keberanian beliau radhiallahu anha. Dan ‘Asma – radhiallahu anha – tidaklah sekedar seorang ibu rumah tangga biasa. Pada perang Yarmuk beliau bahkan ikut ke medan perang melawan pasukan Romawi di garis belakang bersama para wanita!
Sayangnya, kita kaum muslimah generasi saat ini, lebih banyak bercermin dan mengambil teladan para wanita bintang yang muncul di layar kaca, atau tokoh-tokoh pejuang kebebasan wanita yang tidak jelas aqidahnya. Sebagian kita lebih mengenal (menghafal) tokoh pemain sinetron daripada para wanita mulia yang telah menorehkan tinta emas dalam sejarah Islam. Menganggap bahwa orang-orang yang berpegang teguh terhadap ajaran Islam dan Sunnah berdasarkan pemahaman generasi awal terbaik dari umat ini sebagai orang-orang yang fanatik, kolot, terbelakang, dan terkadang malah dianggap menggelikan!
Wanita adalah setengah bagian dari masyarakat, dan melahirkan, membesarkan dan mendidik setengah bagian masyarakat lainnya (baca: laki-laki). Bukankah itu tugas dan kedudukan yang sangat mulia? Sesungguhnya karena kedudukannya yang mulia itulah Islam menjaga kaum wanita, tidak menyentuhnya laki-laki melainkan mahramnya dan memerintahkan mereka berhijab agar terjaga kehormatannya, dan memberikan mereka kelebihan dengan tugas dan tanggung jawab di rumahnya, yang setara dengan nilai amal ibadah yang dilakukan para pria, termasuk berjihad di jalan Allah.

Wallahu a'lam.

2 comments:

  1. masyaa Allaah... kapan kah ana bisa meneladani mereka...

    ReplyDelete