Monday, January 12, 2009

Fatwa-Fatwa tentang Haid

 

Berhenti Shalat karena Mengira Masa Haid telah Mulai

 

Pertanyaan:

 Seorang wanita mengalami pendarahan dan terus berlangsung sampai sembilan hari, maka dia menghentikan shalatnya karena (dia mengira) bahwa itu adalah darah haid. Setelah beberapa hari, haid yang sebenarnya dimulai, lalu apa yang harus dilakukannya? Haruskah dia mengganti shalat yang ditinggalkannya pada hari-hari (yang dikiranya masa haid) tersebut?

Jawaban:

Adalah lebih baik baginya untuk mengganti shalat yang dia tinggalkan pada hari-hari tersebut (sebelum masa haid yang sebenarnya mulai), dan jika dia tidak melakukannya, maka hal itu tidak mengapa. Karena Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak mengharuskan ini terhadap wanita haid yang mengatakan bahwa dia mengalami masa hadi yang berat (lebih lama dari rata-rata waktu biasanya) sehingga dia meninggalkan shalat (keseluruhan waktu tersebut).

Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkan dia untuk menghitung enam atau tujuh hari sebagai masa haid dan melakukan shalat pada sisa hari lainnya, dan tidak memerintahkannya untuk menggatikan shalat yang telah ditinggalkannya.

Maka jika dia mengganti shalat yang dia tinggalkan, maka hal itu baik, dan jika tidak, maka tidak ada yang diwajibkan atasnya (yakni tidak mengapa).

Syaikh Ibnu Utsaimin

Fatawaa al-Haydh wal-Istihaadhah wan-Nifaas – hal. 69, no. 54

Sumber: Fatwa-Online.Com (FatwaBase v4.99, 27 November 2002)

 

Darah Haid Berhenti Selama Masa Haid

 

Pertanyaan:

Kadang-kadang terjadi padaku, dalam masa haid, dimana saya mengalami pendarahan selama empat hari dan kemudian darah berhenti selama tiga hari. Kemudian pada hari ke tujuh darah keluar lagi, namun tidak sebanyak sebelumnya. Dan berubah menjadi warna kecoklatan sampai dengan hari ke 12. Saya berharap anda memberikan petunjuk mengenai apa yang benar dalam perkara ini.

Jawaban:

Hari-hari yang anda sebutkan, empat dan enam hari, adalah hari-hari haid. Anda tidak boleh shalat atau berpuasa pada hari-hari tersebut. Dan tidak diperbolehkan bagi suamimu untuk bercampur denganmu pada hari-hari tersebut. Anda harus mandi setelah hari keempat tersebut dan shalat dan suamimu boleh bercampur denganmu antara empat dan enam hari tersebut. Dan juga tidak ada larangan bagi anda untuk berpuasa. Jika hal tersebut terjadi di bulan Ramadhan, wajib bagimu untuk berpuasa. Dan ketika anda suci setelah enam hari tersebut, anda harus mandi, shalat dan puasa sebagaimana waktu suci lainnya. Hal ini karena masa haid setiap bulan dapat bertambah atau berkurang. Hari-harinya kadang berkumpul (bersambung) kadang terpisah (terputus).

Semoga Allah memberi kita petunjuk kepada apa yang diridhai-Nya. Semoga Dia memberikan kepada kami, anda dan seluruh Muslim dengan pemahaman dan istiqamah dalam agama.

Syaikh bin Baaz

Fataawa al-Mar’ah

Sumber: Fatwa-Online.Com (FatwaBase v4.99, 18 Oktober 1999)

 

Bercak Darah Setelah mandi

 

Pertanyaan:

Saya perhatikan bahwa kadang-kadang setelah mandi setelah datang bulan setelah mengalami masa haid yang biasanya dalam waktu selama lima hari, saya mendapati bercak darah keluar. Hal ini terjadi segera setelah saya mandi. Setelah itu, tidak ada yang keluar lagi. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Haruskah saya mengikuti lima hari normal saya (yang biasanya) dan mengabaikan apa yang muncul setelahnya dan melanjutkan shalat dan puasa? Ataukah saya harus menganggapnya sebagai bagian dari masa haid dan tidak shalat dan puasa selama itu berlangsung? Hal ini tidak selalu terjadi tetapi hanya terjadi setiap dua, atau tiga atau lebih siklus bulanan. Saya berharap anda dapat memberikan nasihat dalam perkara ini.

Jawaban:

Jika apa yang keluar setelah anda mandi berwarna kuning atau coklat, maka hal itu tidak dianggap (sebagai haid) dan hukumnya sama dengan kencing. Namun demikian, jika hal tersebut jelas adalah darah, maka hal itu dianggap sebagai bagian dari haid dan anda harus mengulangi mandi berdasarkan apa yang ditegaskan oleh Ummu Athiyyah, salah seorang sahabiyah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, yang berkata: “Kami tidak menganggap apa-apa terhadap cairah keruh dan warna kekuningan setelah suci.” (Riwayat Bukhari dan Abu Dawud. Lafadznya milik Abu Dawud).

Syaikh bin Baaz

Fatawaa al-Mar’ah

Sumber: Fatwa-Online.Com FatwaBase v4.99, 18 Oktober, 1999

No comments:

Post a Comment