Hak-hak Tauhid
Oleh: Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
Oleh: Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
Beruntunglah orang yang mempunyai persepsi yang semestinya terhadap Allah, mengakui kebodohan dirinya, keminiman ilmunya, kekurangan dirinya, keterbatasan haknya dan tindakannya yang aniaya.
Kalaupun Allah menghukumnya karena dosa-dosanya, dia menyadari hal itu sebagai wujud keadilan-Nya, dan jika Allah tidak menghukumnya, maka dia melihat itu sebagai wujud karunia-Nya.
Jika dia mengerjakan suatu kebaikan, maka dia melihatnya sebagai anugerah dari Allah yang dilimpahkan kepadanya. Jika dia menerimanya maka itu merupakan anugerah yang kedua kalinya, dan jika dia menolak, karena yang demikian itu seakan tidak layak baginya.
Jika dia mengerjakan keburukan, maka dia melihatnya sebagai penelantaran Allah terhadap dirinya dan tidak ada penjagaan Allah terhadap dirinya, itupun tetap merupakan cermin keadilan-Nya. Dengan begitu dia bisa melihat bahwa dirinya memang benar-benar membutuhkan Allah karena dia telah berbuat aniaya terhadap dirinya sendiri. Kalaupun keburukan itu diampuni, maka itu semata berkat kabaikan dan kemurahan Allah.
Disini adalah inti masalah dan rahasianya, bahwa tidak ada yang dapat melihat Rabb-nya kecuali orang yang berbuat kebaikan, dan tidak ada yang dapat melihat diri sendiri kecuali orang yang berbuat buruk, yang mengabaikan atau berbuat kelewat batas. Orang yang pertama melihat apa yang membuatnya senang berasal dari karunia Rabb dan kebaikan-Nya dan melihat apa yang membuatnya tidak senang, karena berasal dari dosa-dosanya dan itu merupakan keadilan Allah.
Sumber: Mendulang Faidah dari Lautan Ilmu (Muktasar Al-Fawaid), peringkas: Ali bin Hasan Al-Halaby Al-Atsari. Penerbit Al-Kautsar, cetakan VI, 2005.